Kamis, 18 Mei 2017

Salt and Pepper

Garam dan merica nampaknya merupakan bagian dari budaya Barat. Garam dan merica selalu ada di setiap meja. Garam dan merica selalu ada di meja makan di rumah tempat tinggalku di Wedderburn, Victoria, Australia. Ketika aku berkunjung ke Echuca dan aku berjalan melewati restoran, aku melihat garam dan merica di atas meja-meja yang berada di teras.

Aku pun mengalami momen garam dan merica.

Pada malam pertama aku tinggal di rumah kosku di Wedderburn, ibu kos yang antara lain Miss Michelle memasak makanan untuk keluarga dan aku. Setelah masakan matang, miss Michelle meminta Tahlia untuk menyiapkan meja makan. Aku pikir meja sudah sial karena sudah ada garam dan dapur di meja. Namun ternyata mereka dress up the table. Tahlia menghamparkan kain merah di atas meja lalu menyimpan kembali tempat garam dan merica yang ada warna merahnya juga. Ia pun menambahkan beberapa helai kain persegi di atas taplak dimana piring akan diletakkan. Tahlia lalu bertanya pada Miss Michelle apa yang dibutuhkan: sendok dan garpu atau splade (garpu sendok), dsb. Lalu Tahlia pun mengambil garpu dan pisau dari sebuah laci di dapur dan meletakkannya di atas tepian kain persegi tadi. Gelas pun ia letakkan di sebelah kain tersebut. Sebotol air minum yang airnya dia ambil dari keran pun ia simpan dekat garam dan merica.
Miss Michelle memintaku untuk menghampirinya untuk menanyakan porsi makanku. Saat itu Miss Michelle sedang menghidangkan makanan ke piring-piring.
"Restri, is that enough?" tanyanya ketika menghidangkan untukku.
Aku tidak yakin mau jawab apa. Bagiku tampak tidak mengenyangkan satu paha ayam, sayuran rebus, dan segenggam kentang halus (mashed potato). Tapi aku pun sungkan untuk minta tambah. Aku pun menjawab, "yes, thank you."

Masakannya nampak enak. Namun, aku yang belum terbiasa dengan makanan Barat yang orisinil merasa bumbunya kurang asin. Aku ingin mengambil garam yang ada di meja tapi aku sungkan.

Namun, setelah aku melihat mereka mengambilnya dan menaburkannya di hidangan, aku pun mengambil garam dan menaburnya di makananku. Aku yang suka pedas pun menabur merica. Aku mulai makan lagi tapi rasa asin dan pedas yang biasa aku dapat di Indonesia belum terasa, aku pun menambahkan garam dan merica lagi. Tanpa disadari, Miss Michelle sekeluarga memperhatikanku.

Di malam berikutnya, Miss Michelle masih memasak makan malam untukku. Tanpa menunggu yang lain, aku langsung menaburkan garam dan merica. Karena menurut pengalaman kemarin sedikit garam dan merica tidak membuat makananku asin, aku pun menaburkan cukup banyak garam dan merica sampai- sampai,
"Maybe Restri thinks the food is not delicious." kata Miss Michelle.
Aku pun jadi tersadar, jangan-jangan aku menyinggung perasaannya.
"No, it's just ... I'm used to eat salty food, you know, in Indonesia foods are salty. This food is nice." aku menjelaskan sebisaku.

Keesokan malam, Miss Michelle masih memasak untukku. Mengingat kejadian malam kemarin, aku tidak menabur garam dan Merica ke dalam makananku. Aku pikir, aku tinggal di negeri ini dan harus bisa menyesuaikan dengan makanan di sini.
"Is it nice?" tanya Miss Michelle perihal makanannya.
"Yes." jawabku lugas sambil tersenyum. Aku menjawab sejujurnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar