Australia, I’m here (1 Maret 2013)
Alhamdulillah, saya bisa
menulis/mengetik juga setelah beberapa hari di Australia dan terlalu sibuk
dengan persiapan dan sebagainya.
Hari ini, Rabu malam, tanggal 6
Maret 2013, adalah hari ke enam saya berada di Australia. Dan saat ini, saya
berada di Wedderburn, salah satu kota yang sangat kecil di negara bagian
Victoria, Australia.
Sebelum saya menceritakan
mengenai Wedderburn, saya akan menceritakan apa yang terjadi sejak saya
meninggalkan rumah.
Saya berangkat dari rumah sekitar
pukul tujuh pagi bersama ibu dan bapak saya. Sayapun tiba di kampus sekitar
pukul setengah delapan. Setelah menunggu beberapa saat, saya dan Teh Tya
menemui Pak Didi Sukyadi, dekan baru FPBS. Kami mendapat wejangan yang sangat
bermanfaat. Beberapa di antaranya adalah bahwa kami harus menjaga jati diri
kami sebagai muslim dan bangsa Indonesia: tidak perlu mengikuti apa yang mereka
makan terutama yang diharamkan, tidak perlu mengikuti gaya berpakaian mereka,
dsb. Kami juga diamanatkan untuk menjaga nama baik diri sendiri, keluarga,
universitas, dan negara. Wah! Nasihat beliau bagus. Oya, dan satu lagi, beliau
bilang bahwa kami perlu menghafal lagu “watching matilda…” yang katanya
merupakan lagu nasional Australia yakni lagu yang semua warga negara Australia
tahu.
Setelah itu, kami bersiap kembali
di Office of International Education and Relation. Keluarga kami pun turut
serta menunggu hingga waktu keberangkatan kami ke bandara internasional di
Jakarta. Pukul 10, saya dan Teh Tya masuk mobil kampus bersama staf OIER dan
supir. Sementara itu, keluarga kami masuk ke dalam mobil masing-masing. Kami
semua kemudian berangkat menuju Jakarta.
Di perjalanan, saya merekam kota
Jakarta sebentar. Barangkali ada siswa bahasa Indonesia di Australia nanti
ingin mengetahui bagaimana kota Jakarta. Setelah tiba di bandara, staf OEIR dan
supir membantu menurunkan barang-barang saya dan Teh Tya dari mobil. Lalu,
mereka pergi meninggalkan kami. Petualangan kami berdua belum mulai saat itu,
keluarga kami masih menemani hingga saatnya kami harus masuk untuk check in, boarding, dan take-off.
Oh, agar nanti ketika waktunya,
saya dan Teh Tya tidak terlalu ‘riweuh’, kami memutuskan untuk check-in terlebih dahulu meskipun belum
ada panggilan. Jadi di terminal 2 E dan F kami masuk ke dalam gedungnya. Lalu
kami masuk kembali di F1 atau F2. Ketika masuk, kami harus menyimpan segala
yang kami bawa di atas papan berjalan sehingga kemudian barang-barang kami
masuk ke dalam alat pemeriksaan seperti X-ray. Kami pun harus melewati suatu
alat yang dapat mendeteksi logam, dsb. Setelah itu, kami menuju ke antrian
untuk check-in. Kami harus check-in di loket yang tepat sesuai
dengan maskapai, jenis penerbangan, dan status kami sebagai pelanggan tak tetap
Garuda jadi kami mencari loket dengan tulisan Garuda international apa
gitu.
Di loket check-in kami harus menimbang barang yang hanya akan masuk bagasi
yakni koper. Kami sempat khawatir jika kami akan harus membayar sejumlah uang
karena kelebihan beban. Kami bertanya melalui email ke alamat dimana kami
memesan tiket secara online. Mereka mengatakan bahwa kuota bagasi kami hanya 20
kg. alhamdulillah, ketika di loket, dikatakan oleh petugasnya bahwa kuota kami
masing-masing adalah 30 kg. Dengan demikian, meskipun berat koper saya sekitar
26 kg, saya tidak perlu membayar sepeser uang pun. Di loket tersebut juga, kami
mendapatkan kartu bagasi kami dan nomor tempat duduk kami di pesawat nanti.
Setelah itu kami lakukan, kami
kembali keluar dengan membawa tas yang akan kami simpan di kabin pesawat. Kami
pun menikmati waktu-waktu terakhir kami bersama keluarga di bandara. Kami
mengambil foto kami dan keluarga beberapa kali di bandara. Kami makan, minum,
dan berbicara dengan keluarga di bandara hingga pada suatu waktu sekitar jam 5
sore... saya mendengar nomor penerbangan kami dipanggil lengkap dengan tujuan
dan waktu keberangkatan. Inilah saatnya kami masuk untuk boarding yakni untuk menunggu di ruang tunggu kemudian masuk ke
pesawat beberapa menit kemudian. Kami pun pamitan dengan keluarga. Hehe, lucu
atau bagaimana ya, tidak satupun baik saya maupun keluarga saya menangis ketika
berpisah. Ya, mungkin karena kami semua tahu bahwa pergi ke luar negri, ke
Australia, telah menjadi mimpi saya sejak lama dan kami semua bahagia mimpi
saya terwujud. Yang membuat saya ingin menangis adalah ketika melihat Teh Tya
dan keluarganya menangis, hehe.
Saya dan Teh Tyapun masuk melalui
pintu F1. Oh iya, di sekitar loket check-in
kami sempat mengambil foto kami berdua beberapa kali di tempat berbeda
menggunakan front-camera di HP saya.
Soalnya malu ah kalau menggunakan kamera biasa, hehe. Untuk menuju ruang
tunggu, ternyata kami harus berjalan cukup jauh, ya sekitar 200 meter. Di ruang
tunggu, kami melihat banyak ‘bule’. Ada tiga orang di antaranya yang berdiri
tidak duduk. Dalam pikiran saya, mungkinkah tiga ‘bule’ ini orang Australia
yang akan pulang ke Melbourne?
Untuk memasuki pesawat, ternyata
kami harus keluar turun dari ruang tunggu lalau naik bis di sekitar lapangan
terbang dimana banyak pesawat parkir. Ini adalah pengalaman pertama kami.
Karena sebelumnya, sewaktu kami masing-masing melakukan penerbangan domestik,
kami langsung masuk ke pesawat, tidak naik bis dahulu.
Di pesawat, para pramugrari tidak
berpantomim menunjukkan prosedur keselamatan. Prosedur keselamatan itu
ditunjukkan dalam video di TV kecil di setiap bagian belakang kursi. Kami tentu
mematikan HP kami terutama ketika diumumkan. Sabuk keselamatan di kursi pun
kami pasang ketika lampu kecil di atas di bagian bawah kabin mengisyaratkan
demikian.
Wah, ini waktunya makan malam,
dapat makanan tidak ya? Tanya saya dalam hati ketika pesawat sudah terbang
selama sekitar satu jam sejak jam 6 sore.
Alhamdulillah, ternyata, kami
semua mendapatkan makan malam di pesawat. Mengingat pengalaman saya sekitar
sebulan yang lalu, sebelum melahap makanan tersebut, saya cek terlebih dahulu
ingredient. Namun, tidak ada ingredient dituliskan di setiap bungkus makanannya
karena hanya mentega yang dibungkus yang lain tidak. Oleh karena itu, saya
tanya pramugari yang membagikan makanan, apakah makanan tersebut halal atau
tidak. Setelah dia bilang ya, saya langsung makan karena saya lapar. Jadi, ini
adalah pengalaman pertama kami yang lain yakni makan di pesawat. Yang kami
makan saat itu adalah sepotong kecil roti dan mentega keju, nasi dengan daging
sapi ditambah saus pedas, dan puding. Minumnya saat itu, saya pilih orange juice, jika tidak salah ingat,
hehe.
Masih ingat pertanyaan saya
mengenai tiga ‘bule’? Sepertinya jawabannya iya. Tidak kami sangka, tiga ‘bule’
tersebut duduk dua bangku di depan kami. Setelah kami tiba di Bali, mereka
bertanya pada pramugari mengenai penggantian pesawat yang akan ke Melbourne.
Oh, sayapun langsung memberi tahu Teh Tya untuk mengikuti tiga ‘bule’ itu.
Kemudian, kami turun dari pesawat
mengikuti ‘bule-bule’ tadi. Ups, jangan terlalu dekat, nanti mereka merasa
diikuti. Kamipun berjalan dengan menjaga jarak tetapi tetap memusatkan
perhatian pada mereka.
Kamipun tiba di loket
keberangkatan internasional. Ada hal lucu yang terjadi di sini. Karena kami
melihat banyak orang yakni ‘bule-bule’ yang putih atau yang dari Asia menulis sesuatu di Incoming passenger card, kami ikut
menulis juga. Kami menulis sambil duduk di lantai. Umm, ada satu bagian yang
saya tidak yakin harus menulis apa sehingga sayapun berdiri dan mendekati
petugas yang terlihat seperti orang Indonesia. Ternyata, dia bilang, orang
Indonesia tidak perlu menulis itu, dan orang Indonesia tidak perlu mengantri
lama bersama ‘bule-bule’ karena ada loket tersendiri. Dan yang tak disangka
adalah petugas itu ternyata orang sunda. Kami mengetahuinya ketika dia bertanya
tujuan kami dengan bahasa sunda. Dia begitu baik dan mendo’akan agar kami
menikmati perjalanan kami. Hmm, saya lupa untuk melihat atau bertanya namanya
dan saya pun sepertinya sudah lupa rupa wajahnya.
Eh ketemu lagi ma tiga ‘bule’
tadi di pesawat kedua yang kini terbang menuju Melbourne. Mereka duduk di
tempat yang sama yakni bangku dekat emergency
exit. Sedangkan kami, yang awalnya duduk di belakang mereka, kini duduk di
sebelah kiri belakang mereka. Jadi, jika di pesawat pertama kami duduk di dekat
jendela dan dapat melihat sayap kanan pesawat, di pesawat kedua kami duduk di
dekat jendela dan dapat melihat sayap kiri pesawat.
Cuaca tidak begitu baik tentunya
di malam hari, pilot mengingatkan hal itu agar kami tetap memasang sabuk
keselamatan meskipun pesawat sudah mengudara. Lampu yang mengisyaratkan sabuk
keselamatan senantiasa menyala. Itu artinya tetap di bangku masing-masing
dengan mengenakan sabuk keselamatan. Beberapa lama mengudara, lampu isyarat
toilet menyala. Itu artinya, toilet boleh digunakan. Penumpang boleh melepaskan
sabuk keselamatan dan meninggalkan bangku jika hendak ke toilet.
Aduh, saya mulai mengantuk tapi
sayang jika harus tidur dan melewatkan kesempatan untuk menggunakan TV kecil
yang ada di setiap bangku di pesawat. Sayapun menonton beberapa film sebentar
saja yakni tidak sampai habis. Sayapun tidur beberapa lama hingga saatnya kami
hampir tiba di bandara di melbourne, kami mendapatkan kartu keimmigrasian dan makanan
sebagai sarapan pagi kami. Saat itu adalah makan besar karena kami mendapatkan
banyak makanan. Saya makan mie goreng sea
food, roti dengan 3 jenis selai, puding, dan buah-buahan. Sebagai
minumannya, saya pilih teh hangat yang ternyata sangat pahit meskipun sudah
ditambah sebungkus kecil gula pasir. Ketika saya melahap makanan, saya
perhatikan penumpang di sekitar saya tidak memakan semua makanan. Berbeda
dengan saya, saya melahap habis semua makanan, mubajir kan kalau tidak habis,
hehe. Setelah makan saya dan Teh Tya mengisi kartu keimmigrasian mengenai
barang-barang yang saya bawa. Jadi, di kartu itu saya harus mendeklarasikan
barang terlarang yang saya bawa seperti obat-obatan, kayu, kulit, makanan, dsb.
Karena saya tidak membawa barang-barang tersebut saya hanya perlu memberi tanda
di kotak ‘No’.
Sekitar satu hingga satu jam
setengah kemudian, pesawat mendarat di bandara internasional Tullamarine di
Melbourne. Asyik! Alhamdulillah sampai juga di Melbourne, di Australia! Saya
dan Teh Tya pun berjalan keluar dari pesawat mengikuti kemana penumpang lain
berjalan. Lalu, kami sampai di loket immigration
check. Di sana kami mengantri bersama yang lain. Aduh sebetulnnya sedikit
‘deg-deg’an. Meskipun saya tidak tidak membawa barang terlarang tapi ada
sedikit kekhawatiran yang saya rasa dan juga ini adalah pengalaman pertama
saya. Huh, alhamdulillah, berjalan lancar. Petugas hanya mengecek passport lalu
mengijinkan saya berlalu. Setelah itu kami berjalan lagi dan bertemu petugas
yang bertanya, “Do you bring …” ini itu. Karena kami sama-sama tidak membawa
barang-barang terlarang, dengan lancar, lugas, dan serentak, kami menjawab,
“No, No, No,…”. Lalu petugas tersebut mengijinkan kami berlalu. Kemudian, kami
menunggu bagasi kami keluar untuk kami bawa. Setelah itu, kami menuju pintu
keluar.
Di pintu keluar terakhir, kami
harus mengantri juga. Di sana, ada petugas yang bertanya apakah kami membawa
barang terlarang. Saat itu, orang di depan saya membawa sesuatu yang terlarang,
saya lupa apa barangnya. Orang tersebut kemudian diminta untuk tetap tinggal
untuk diperiksa. Ketika saatnya giliran saya, saya diijinkan berlalu dan keluar
karena saya, seperti yang saya ceritakan, tidak membawa barang terlarang
apapun.
Setelah melewati pintu keluar,
kami merasa seperti artis yang keluar dari belakang panggung karena ada banyak
sekali orang yang menanti di depan pintu keluar. Kami melihat sekeliling
sebentar untuk memeriksa apakah ada orang dengan membawa papan nama bertuliskan
nama kami. Namun, kami tidak melihat satupun. Lalu kamipun berjalan ke arah
kanan. Tidak berapa lama, ada seorang pria menghampiri kami. Ternyata, pria
tersebut adalah LO (liason officer) nya teh Tya sekaligus guru bahasa Indonesia
di sekolah dimana teh Tya akan bekerja.
Setelah beberapa lama, karena
saya tidak melihat indikasi keberadaan LO saya di bandara, saya mencoba
mengecek email saya melalui HP. Alhamdulillah, meskipun saya menggunakan kartu
dari Indonesi, saya masih bisa mengakses internet. Alhamdulillah, LO saya
mengirm email dan memberitahukan nomor HP nya. Lalu, saya beritahukan LO teh
Tya mengenai ini karena LO teh Tya menanyakan dimana LO saya. LO teh Tyapun
segera menelpon LO saya. Ternyata, LO saya masih berada dalam perjalanan dari
Bendigo menuju Melbourne. Itu artinya saya harus menunggu sekitar satu jam.
Sayapun kemudian diantar ke sebuah warung kopi di bandara untuk menunggu LO
saya. Teh Tya dan LO-nya kemudian pergi meninggalkan saya, sendiri. Tidak apa,
justru saya merasa sedikit bahagia. Hmm, petualangan saya dimulai.