Selasa, 11 Juni 2013

Ulang tahun yang ke-25, aku di Australia

Hari Rabu, tanggal 27 Maret 2013, adalah hari terakhir saya dan LO saya pergi ke sekolah. Kami tidak memiliki jadwal mengajar di hari Kamis. Hari Jum’at merupakan hari libur nasional yakni hari paskah. Hari-hari selanjutnya juga hari libur yakni liburan sekolah term 1.
Period 1 dan 2 di hari Rabu adalah waktunya untuk kelas 11 melaksanakan tes bahasa Indonesia. Tesnya berupa soal menjawab pertanyaan essay berdasarkan bacaan atau teks. Oleh karena itu, tidak banyak yang saya lakukan di kelas, saya hanya mencatat ulang langkah memasak untuk dilakukan nanti ketika jam istirahat siang. Saya pun memikirkan beberapa ide yang bisa dilaksanakan di saat mengajar di term 2 nanti.
Period 3 adalah waktunya untuk siswa SD, saya lupa kelas berapa. Yang saya lakukan adalah mengobservasi lalu membantu jika LO saya perlu bantuan seperti membantu siswa mengerjakan soal latihan.
Setelah itu, waktu reses tiba. Seperti biasa, kami bertolak dari kelas menuju ruangan kerja staf. Dan juga seperti biasa, yang saya lakukan adalah minum di meja saya dan membuka HP kalau-kalau ada pesan masuk. Namun, tidak seperti biasanya, LO saya tidak di dekat saya, di meja kerjanya. Guru-guru yang biasa ada pun tidak ada di ruangan kerja. Beberapa saat kemudian, datanglah guru laki-laki menghampiri saya. Dalam hati saya berkata, “tumben nih orang ngedeketin saya.” Dia berkata, “Restri, come here, do you have a second?” yang saya yakin maksudnya adalah dia ingin saya mengikuti dia ke ruangan pantry.
Tanpa saya duga, ada banyak guru dan staf di ruangan tersebut dan sebuah bolu stroberi dengan beberapa lilin di atasnya. Saya jadi mulai heran. Tadinya saya tidak mau GR tapi LO saya berdiri tepat di depan bolu tersebut. Saya tahu LO saya tidak berulang tahun di bulan ini. Saya tahu bahwa LO saya tahu ulang tahun saya tanggal 29 Maret. Sayapun menghampiri LO saya, dan ia lalu mengucapkan selamat ulang tahun.
Hoh! Tentu saya terkejut dan terharu. Guru-guru yang lain mengucapkan selamat juga. Lalu mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun dalam bahasa Inggris. Saya disuruh meniup lilin lalu memotong kue bolunya. LO saya bilang, kalau pisaunya tidak bersih yakni ada krim yang menempel, saya harus mencium laki-laki di dekat saya. Oleh karena itu, sebelum memotong kue, saya pastikan dulu tidak ada laki-laki di sekitar saya. Wah, Alhamdulillah, ternyata setelah saya meniup lilin, para guru laki-lakipun menghilang entah kemana. Hihihi, syukurlah. Dan ternyata, pisaunya bersih. Setelah itu, kami memakan bolu tersebut bersama-sama.
Sebelum makan bolu tersebut sebenarnya saya ingin tanya apakah bolunya halal. Namun, setelah mengetahui bahwa bolu ini dibuat oleh LO saya, saya tidak jadi bertanya karena saya percaya, semoga saja, LO saya dapat dipercaya dan membuat bolu yang memang halal untuk saya.
Sudah saya bilang kan bahwa waktu reses hanya 20 menit. Oleh karena itu, setelah sepotong bolu saya santap, LO saya dan saya segera masuk kelas. Setelah itu, di period ke-5, kami membawa bahan-bahan memasak kami ke cooking room. Ruangan memasaka ini digunakan para siswa di kelas memasak. Kali ini, ruangan ini digunakan oleh kami dan para siswa kelas 8 untuk memasak beberapa makanan Indonesia yakni nasi goreng, mie goreng, dan pisang goreng.
Di period ke-5, saya dan LO menyiapkan bahan-bahan dengan mengiris beberapa bahan. Di saat jam istirahat makan siang, beberapa siswa yang bersuka rela datang untuk membantu. Dua puluh menit kemudian, semua siswa kelas 8 datang dan turu membantu. Ketika bel period ke-7 berbunyi semua siswa kelas 8 kecuali 3 orang bergerak berpindah menuju kelas bahasa Indonesia. Saya dan 3 orang siswa masih harus di ruangan memasak untuk menyelesaikan memasak pisang goreng. Sementara itu, di kelas bahasa Indonesia, LO saya harus memulai pelajaran yang saat itu bertujuan agar siswa berlatih menggunakan kalimat bahasa Indonesia dalam konteks di restoran.
Setelah beberapa menit berlalu, tiga siswa dan saya menyusul ke kelas bahasa Indonesia. Kamipun menyantap makanan yang kami masak bersama. Kami juga minum minuman yang ada di Indonesia seperti air kelapa muda, jus jeruk, dan jus nanas.
Setelah period ke-7 usai, LO saya segera menjemput siswa kelas 5/6 dari gedung sekolah dasar. Di sini, ada peraturan bahwa guru menjemput atau mengantar siswa sekolah dasar dari gedungnya menuju kelas tempat belajar sehingga para siswa SD itu bisa dengan tertib masuk ke dalam ruangan kelas. Sementara LO saya menjemput para siswa tersebut, saya membereskan ruangan kelas yang cukup tidak rapih setelah kelas 8 tadi. Saya juga menghapus papan tulis yang penuh dengan tulisan untuk kelas 8 tadi. Saya senang di saat saya “riweuh” itu berarti saya sedang berguna.
Kemudian, setelah kelas yang satu itu, berakhirlah kegiatan di sekolah. Eits, namun, saya dan LO saya harus kembali ke cooking room untuk membereskan semuanya. Setelah itu, kami harus ke sekolah di Inglewood, kota yang berjarak setengah jam dari sekolah. Kami ke sana untuk melakukan student led conference bersama orang tua murid yang tinggal di kota itu. Sebelumnya, pada hari selasa, semua guru melakukan hal yang sama dengan orang tua murid yang tinggal di Wedderburn.
Setelah usai, LO saya pulang duluan bersama teman-temannya yakni beberapa guru lain menuju Bendigo. Sementara itu, saya masih harus menunggu guru yang lain yang pulang menuju Wedderburn. Setelah beberapa lama, wakil kepala sekolah dan salah seorang guru pun selesai melaksanakan tugasnya dan bisa pulang. Saya pun menumpang di mobil yang wakil kepala sekolah bawa. Walhasil, saya diturunkan tepat di depan pintu rumah kosan saya sekitar jam 7 malam – matahari belum terbenam sebenarnya -.
Setibanya di rumah, setelah menyimpan tas dan barang-barang yang saya bawa, saya menyiapkan makan malam dan menyantapnya di ruang makan. Setelah selesai, sayapun pamit untuk masuk ke dalam kamar.
Keesokan hari, yang saya banyak lakukan adalah menelpon ke Indonesia. Itu karena pulsa yang tersisa di HP saya masih banyak: $28 credit, unlimited data, unlimited sms, unlimited social network dan ratusan menit gratis menelpon, dan sebagainya. Padahal, tanggal 1 Maret lalu saya membeli pulsa sebanyak $30 dollar. Sementara itu, itu semua hanya bisa digunakan sebelum tanggal 29 Maret 2013 dan setelah tanggal itu hanguslah semuanya. Saya menelpon orang tua, kakak, saudara, dan teman-teman.
Pada siang harinya, saya pergi ke News Agent untuk membeli voucher pulsa. Maklum, saya tidak menggunakan ATM Visa atau Mastercard jadi saya tidak bisa mengisi pulsa secara online. Tak apalah, saya kan jadi bisa jalan-jalan ke pusat kota Wedderburn. Lumayan juga untuk menghangatkan dan mengolahragakan badan.
Sepulangnya dari News Agent, masih tidak ada siapapun di rumah. Oleh karenanya, saya masuk ke kamar saya dan diam di dalamnya hingga waktu makan malam akan menjelang, hehe. Ketika terdengar suara orang-orang dari luar kamar saya, dan suara peralatan di dapur semakin ramai terdengar, saya keluar berniat untuk membantu memasak makan malam seperti malam-malam biasanya.
Ternyata, di dapur ada ibu kos anak perempuan sulungnya dan anak laki-lakinya. Wah, ternyata benar yang dikatakan bu kos beberapa hari yang lalu bahwa malam ini, kami akan makan malam untuk merayakan ulang tahun saya! Ibu kos memasak roast lamb sesuai dengan request saya beberapa hari yang lalu. Sebenarnya request itu juga disarankan oleh anak ke-3 nya yang laki-laki yang menyukai roast lamb. Saya dilarang membantu menyiapkan karena saya berulangtahun.
Pasti penasaran, kambingnya halal atau tidak! Ibu kos sengaja memesan kepada butcher daging kambing yang halal sehingga saya tentu saja bisa memakannya.
Malam semakin datang, yang saya lakukan hanya duduk di kursi makan dengan HP di tangan saya, menanti makanan siap semua. Sekitar jam 7 malam, makanan masih belum siap. Jujur, saya lapar! Wah, ada yang sudah jadi! Kue Pavlova, saya suka kue itu sejak pertama kali memakannya 2 minggu yang lalu. Kue tersebut terbuat dari banyak putih telur dan banyak gula dan krim. Enak, manis, pokoknya maknyuss!
Anak bu kos yang bungsu dan sulung menghias kue tersebut menjadi kue ulang tahun untuk saya. Sebenarnya, kue ulang tahun yang biasa ada di hari ulang tahun di sini bukanlah Pavlova tapi kue yang biasanya juga di Indonesia. Namun, karena bu kos tahu saya suka Pavlova , keluarganya juga suka, dan bahan-bahannya tidak macam-macam yakni halal, jadilah Pavlova merah putih nan indah dilihat dan enak dimakan, yummy!

Mejapun kemudian, di-set. Makanan di sajikan ke dalam piring masing-masing oleh bu kos. Seperti biasa, bu kos bertanya, “How much do you want?” dan seperti biasa juga, saya selalu ingin banyak. Di malam ini, saya ingin 3 iris tipis daging kambing sementara yang lain hanya 2 iris, hehe. Maklum, saya takut masih lapar nanti karena terbiasa makan malam besar di rumah di Indonesia.
pavlova birthday cake

Senin, 10 Juni 2013

Embarrassing

Saya hendak menuju lapangan lawn bowl dari rumah kosan. Untuk sampai ke sana, saya tidak menyusuri trotoar. Malah saya melewati lapangan footy yg luas, hendak memotong jalan. Namun ternyata, gerbang di ujung lapangan footy dikunci sehingga sy tak bisa lewat, padahal saya sudah jauh melangkah melewati lapangan footy itu. Heu, masih untung tdk ad yg sdg berlatih di lapangan itu. Kalau ada, betapa malunya saya. Eh ternyata, orang2 di lapangan lawn bowl  yg tepat berada setelah gerbang ujung lapangan footy, melihat saya yg sdh berjalan membelah lapangan footy dan hendak kembali memutat, keluar dr lapangan footy. Lea menelpon saya ketika saya berjalan mencari jalan keluar, "wait there, Restri. Someone is coming picking you up." Katanya. Aduuh malu.

Minggu, 09 Juni 2013

Catch a bus

Tadi malam, aku, teh Tya, dan teman baru kami, Rose yg mrpkn tmn serumah kosan teh Tya, mrencanakan perjalanan untuk hari ini. Kami berdiskusi, cari-cari informasi ttg bbrp tempat hingga jam 12 lewat. Kami pun memutuskan utk pergi keesokan pagi yakni hari ini jam 8. Awalnya kami cukup well-organized. Kami sudah siap brgkt meski jam dinding masih mnunjukkan jam 8 kurang. Namun, akhirnya kami br meninggalkan rumah pukul 8 lewat 3 menit untuk naik bis jam 8.10 di bus stop. Aku pikir, hal ini tak jadi masalah karena aku pikir kami akan menuju bus stop terdekat dr rmh. Ternyata, bus stop yg kami tuju adalah yang lebih jauh, 3 kali lipat lebih jauh, sehingga kami berjalan dg cepat. Dan ketika kami sdh bbrp meter dkt bus stop, bus nampak di belakang kami. Rose pun dg segera berlari mnju bus stop, begitu pun aku dan teh Tya. Kalau supir bis tidak melihat ada orang di bus stop, barangkali bis tidak akan berhenti. Sekarang mengertilah aku mengapa ibu kos atau bbrp orang australia lain ketika bertanya, "Apakah kamu naik bis?" Mereka berkata, "Do you catch a bus?" Bukan "Do you take a bus?" Karena kita perlu mengejar (=catch) bis, seperti dalam mengejar layang2 (catch a kite).

Selasa, 28 Mei 2013

Driving n praying in Ausie

Hari ini, aku dan Lea harus ke Preston sekitar Melbourne utk mengikuti professional learning development ttg differentiation in Lote classroom dari jam 9.30 sampai 3.30 sore. Tadinya aku mau menginap di rumah lea malam sebelum dan stlh hari ini karena rmh lea lbh dkt ke Melb drpd Wedderburn ke Melb. Tambah lagi, tak ada transport umum di awal pagi di Wedderburn ini. Tapi, dipikir2 ga enak ah sering nginep di rmh lea, ngerepotin terus. Lalu, aku berpikir apakah mungkin aku pake mobil sekolah? toh workshop yang kami ikutin pun kan utk kepentingan nagajar di sekolah.alhamdulillah, lea coba utk ngobrol dg wakil kpla sekolah n trnyata stlh ak diajak mencoba mobil matic sedan putih nya, ak diijinkan bawa mobil itu. Jadi, pulang sekolah aku mengendarai mobil itu ke kosan. Malam tadi ga bisa tidur nyenyak krn nervous utk first drive di Ausie hari ini n takut bangun telat jg. Pagi tadi ak pergi mengendarai mobil pagi sekitar jam 6.15 ketika langit masih gelap dan pulang mngendarai mobil ketika langit telah gelap dan tiba di rumah alias kosan sekitar jam 7. 15. Alhamdulillah, perjalanan lancar. Mobilnya matic jadi tinggal gas n nge rem kalau sudah pasang gear di D. Dengan langit yg masih gelap lampu mobil otomatis menyala, ak tinggal atur lampu jauh n dekat selama perjalanan. Harus selalu memperhatikan traffic sign terutama tanda maksimal kecepatan yg diperbolehkan, kadang maks 40, 50, 60, 80, 90, atau 100 km/jam. Setelah tiba di bendigo di suatu lapangan parkir t4 ak n lea janji bertemu, kami pergi dengan mobil sekolah ke Preston. Kali ini lea yg mngendarai mobil karena lea yg hafal jalan. Workshop berlangsung dengan 2 interupsi: morning tea dan lunch. Sebelumnya ketika mendaftar workshop ini, lea mdftrkanku utk mdptkan konsumsi berupa makanan halal. Memang panitia mengakomodasi hal tsb yakni di formulir pndftrannya menyediakan kolom ttg special dietary requirement. Oleh karena itu, alhamdulillah kebanyakan makanannya bisa saya makan kecuali salad yg ada bacon nya. Meskipun demikian, sebelum sy makan, saya memastikan dg bertanya mana yg utk vegetarian. Biasanya karena vegetarian ga makan animal products, vegetarian food halal selama tak mengndung alkohol dan vegetarian food jarang mgandung alkohol sbnrnya, sangat mungkin. Di saat lunch, sy mnyempatkan mndekati satu2nya wanita berjilbab selain ak yg jg peserta workshop. Ak tanya dimana masjid trdekat krn ak yakin di Preston yg dkt Melbourne ini mrpkn multicultural tow yg ditempati byk muslim sehingga ak yakin ad masjid d sni. Muslimah tsb pun mabntu mancarikan dg iphone nya. Beliaupun lalu mbri tahukan alamat masjid tsb yakni 31 nicholson street coburg yg berjarak 15 menit dr t4 workshop. Krn jarak Wedderburn ke Preston lbh dr 80 km dan ak mniatkan safar hr ni, ak bs menjama' qasar dzuhur n asar jadi sy putuskan utk sholat stlh workshop. Setlah workshop, ak minta lea utk mampir ke masjid tsb. Tiba di parkiran masjid, ak lgsg masuk sementara lea menunggu di mobil. Ketika masuk ke halaman, ak tak mnemukan seorang pun utk aku tanyai sehingga ak keliling sndri mncari toilet n t4 wudhu namun stlh mncari2 bbrp lama, yg ku temukan hanyalah wc utk laki2. Krn kebelet pipis, kuputuskan utk masuk toilet itu, toh ada pintunya. Namun, ketika selesai aku segera keluar khawatir ada laki2. Ak pn lalu mncari lagi, lalu seorang pria keluar dr ruangan sholat, aku tanyailah, eh dia malah menunjukkan pintu lain menuju ruang sholat wanita. Ak pn masuk ke ruangan itu yg sbtlnya satu ruangan dg ruangan sholat pria dipisahkan oleh sehelai kain sperti gorden. Ak pn mendapati seorang pria yg br selesai brdoa menoleh padaku, "sorry brother, where can i take ablution?" Eh dia ga ngerti, ak tanya lagi,"where can i take wudhu?" Lalu dia keluar mncoba cari tau dg mlht sekeliling. Tapi trnyata diapun tak tahu, lalu dia masuk ke wc utk brtya kpd seseorang yg sdg di wc. Ketika org itu keluar,dia katakn pun tak tahu. Seorang pria lain keluar dr ruang sholat dan ketika ditanya, dia pun tak tahu. Haha 3 org pria tidak tahu. Ahirnya, seorang pria yg br keluar dr ruang sholat itupun berinisiatif. Dia bilang agar ak wudhu d t4 wudhu laki2 dan dia akan menjaga di luar agar tak ada laki2 yg masuk. Ok, langsung ku lakukan. Setelah selesai, ak ucpakan terima kasih dan aku pun masuk ke ruang sholat dan sholat.
Dr melbourne ke bendigo kembali, lea mampir di pom bensin star. Dia mengambil kartu seperti kartu kredit yg bertuliskan star jg. Laku lea keluar dan mgisi bensin diesel sendiri. Pom bensin disni memang self service tak seperti di indo. Stlh mgisi cukup, lea masuk dg kartu tadi. Dan lea kembali mbawa receipt yg kemudian disimpan di suatu kotak di dashboard dlm mobil. Lalu kami ke t4 kami bertemu td pagi, lalu kami brpisah dg mobil yg dbwa masing2. Alhamdulillah ak tiba dg selamat. Alhamdulillah tak ada kangguru yg menyebrang jalan ketika aku sdg mngemudi baik pagi maupun malam. Alhamdulillah senang, akhirnya ak menyetir juga. Alhamdulillah.

Senin, 01 April 2013

Home sick


Tanggal 31 maret, sebulan sudah saya di Australia. Kalau saya merasakan perasaan dari lubuk hati yang paling dalam, dengan jujur, saya merasa rindu keluarga, rindu sahabat, rindu indonesia. Apakah ini karena beberapa hari yang lalu adalah hari ulang tahun saya? Apakah karena sekarang ini tidak banyak yang saya lakukan di luar rumah: hanya diam di rumah kosan, di dalam kamar, mendengarkan lagu, mengetik, dan sebagainya?
                Saya rindu keluarga, rindu sahabat, rindu indonesia tapi masih sekitar 9 bulan lagi saya harus di sini. Heu,,lagu yang saya dengarkan saat ini tambah bikin sedih. Namun, seberapa besar rasa rindu yang saya rasapun, saya tidak boleh bersedih dan menyesali keputusan saya untuk berada di sini.
                Walaubagaimanapun semua ini harus saya jalani dengan lapang yakni harus saya nikmati.

Sekolah


                Tanggal 4 Maret, saya bangun pagi sekitar jam 6. Lalu, saya mandi bersiap untuk pergi ke sekolah. Tak lupa, saya membawa batch yang tertera nama lengkap saya. Jam 8 pagi, saya sudah siap di luar kamar yakni di ruang makan. Saya tidak ingat waktu itu saya sarapan apa. Saya juga tidak ingat makanan apa yang saya bekal ke sekolah untuk makan siang.
                Setelah anak ibu kos yang bungsu siap untuk pergi ke sekolah, saya, ibu kos, dan anaknya berangkat berjalan kaki menuju sekolah. Saya dan anak perempuan bungsu bu kos itupun berpisah dengan ibu kos di depan sekolah. Kami berjalan masuk menuju gedung sekolah sedangkan ibu kos mengendarai sepeda yang dari tadi didorongnya menuju kantornya yang tidak terlalu jauh dari sekolah.
                Setelah masuk di dalam gedung sekolah, anak perempuan bu kos, Tahlia, menunjukkan saya ruangan staf yang padahal saya telah ketahui. Kami pun berpisah di depan pintu ruangan staf. Saya masuk keruangan staf sedangkan Tahlia menuju arah lain ke ruangan kelasnya. Saat itu, masih pagi karena masih jam 8 lebih sekitar 20 menit an. Sedangkan, para staf diwajibkan datang paling lambat jam 8 lewat 45 menit. Ketika saya masuk ruangan kerja staf, saya sudah melihat LO saya duduk di kursi mejanya.
                Sejak saat itu, setiap kali bertemu staf, LO saya memperkenalkan saya kepada staf tersebut. Hari itu, banyak sekali staf yang dikenalkan kepada saya. Saya harus mulai mengingat nama dan wajah yang bagi saya mirip semua.
Alhamdulillah, para staf baik-baik dan ramah-ramah sehingga saya merasa disambut. Mereka senantiasa menyapa jika bertemu, “Hi Restri, how are you going?” atau “Morning Restri, how are you?” dan ada juga staf yang menyapa dan menanyakan kabar dengan kalimat yang belum pernah saya dengar. Lalu, saya berkata, “Pardon.” Sehingga dia mengulangi perkataannya. Kemudian saya berkata, “pardon” lagi karena masih tidak mengerti. Lalu, dia pun mengganti kalimat sebelumnya dengan “How are you going?” yakni menanyakan kabar saya. Saya tidak ingat kalimatnya seperti apa karena untuk menangkapnya saja sulit.
Di hari pertama di sekolah itu juga saya masuk ke kelas bahasa Indonesia. Saya memperkenalkan diri dan menunjukkan beberapa foto seperti foto saya dan keluarga, foto rumah, dan foto kamar tidur. Di hari berikutnya, di kelas yang berbeda, saya pun memperkenalkan diri saya seperti di hari pertama. Dan begitu seterusnya hingga saya memperkenalkan diri di semua kelas dari kelas 3 hingga 11.
Setelah saya memperkenalkan diri, para siswa diberikan kesempatan untuk bertanya apapun. Ada yang bertanya tentang sekolah di Indonesia, makanan favorit saya, warna favorit saya, dan sebagainya.  Suatu waktu, ada seorang siswa yang bertanya seberapa besar sekolah saya. Saya katakan sejujurnya bahwa di sekolah dasar bisa ada 40 siswa per kelasnya dan sekitar 480 siswa dalam satu sekolah dasar saja, di SMP bisa lebih banyak lagi, dan di sekolah saya yakni SMK bisa jauh lebih banyak lagi.  Tiba-tiba, salah seorang siswa dengan spontan berkata, “Wholly Molly!” yang saya yakin maksudnya adalah banyak sekali. Itu karena di sekolah ini, hanya ada sekitar 240 siswa secara total dari kelas preparation hingga kelas 12. Dan di setiap kelasnya di sekolah ini, hanya terdapat 10 atau paling banyak 25 siswa. Sekolah ini memang sekolah kecil di kota kecil.
Hari Senin sampai Rabu saya pergi ke sekolah. Di hari Kamis, saya tidak perlu pergi karena tidak ada jadwal bahasa Indonesia di hari itu. Hari Jum’at saya pergi ke sekolah lagi pagi-pagi, selalu. Setiap ada jadwal, LO saya, yang merupakan guru bahasa Indonesia satu-satunya, dan saya masuk kelas. Ketika tidak ada jadwal, kami mempersiapkan bahan mengajar untuk kelas berikutnya atau membantu saya mengurus beberapa dokumen yang perlu diurus seperti TFN, WWC, dan sebagainya.
Waktu di sekolah dibagi-bagi dan disebut period, dengan kata lain di Indonesia disebut jam pelajaran. Setiap periodnya terdiri dari 45 menit kecuali hari Selasa, setiap periodnya terdiri dari 40 menit. Period satu dimulai jam 9 pagi. Biasanya, 5 menit sebelum waktu period bel berbunyi untuk mengingatkan guru-guru untuk segera masuk kelas sebelum siswa berada di kelas. Setelah period ke-3 usai, para siswa dan para guru bisa menikmat recess time yakni waktu istirahat singkat selama 20 menit. Di saat reses ini, beberapa guru berkumpul di ruangan pantry para staf untuk sarapan atau menyantap makanan ringan yang mereka bawa masing-masing. Jam 11 lewat 25 menit warning bell  berbunyi. Lima menit kemudian, bell berikutnya berbunyi pertanda period 4 dimulai. Jam 12 lewat 55 menit, para guru dan para siswa kecuali kelas 11 bisa menikmati istirahat makan siang hingga jam 2 lewat 5 menit. Sedangkan para siswa kelas 11 baru boleh beristirahat makan siang jam 1 lewat 20 hingga jam 2 lewat 3 menit. Sekolah berakhir jam 3 lewat 25 menit. Para siswa boleh langsung pulang dengan bis sekolah atau berjalan kaki atau kendaraan masing-masing. Para guru pun demikian kecuali hari Senin dan Selasa. Pada hari Senin dan Selasa, ada rapat setelah jam sekolah. Paling sebentar rapat berlangsung hingga jam 4. Paling lama rapat bisa berlangsung hingga jam 5 sore.
Selain mengajar, guru-guru memiliki tugas yang disebut yard duty yakni tugas untuk berjaga di sekitar school yard yang ditentukan agar tidak ada kejadian yang tak diinginkan. LO saya bertugas di hari Jum’at setiap jam makan siang kelas 11. Saya ikut bertugas bersamanya. Kami harus mengenakan selendang orange dan topi. Tugasnya adalah memeriksa ruangan kelas agar bersih dari siswa karena siswa tidak dibolehkan berada di dalam gedung sekolah ketika jam istirahat baik reses maupun makan siang. Selain itu, tugasnya adalah berkeliling di sekitar halaman sekolah yang ditentukan berjaga agar tidak ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Kejadian tersebut misalnya anak-anak yang mengganggu sarang lebah di pohon, anak-anak yang bertengkar, anak-anak yang tidak memakai topi di cuaca yang panas, dan sebagainya. Ada peraturan di sekolah ini bahwa jika anak-anak yakni siswa-siswa tidak mengenakan topi di luar gedung sekolah saat istirahat, mereka harus berjalan atau berada di tempat teduh.

Rabu, 20 Maret 2013

Hari Pertama di Wedderburn


                Hari Minggu tanggal 3 Maret, saya berangkat dengan semua barang bawaan saya, termasuk berkilo-kilo daging halal yang dibelikan LO saya, ke sebuah kota kecil sekitar 80 kilometer dari Bendigo. LO saya mengantar saya dengan mobil sedan putih milik sekolah. Kami melalui jalan tol yang mereka bilang “highway” yang tidak bergerbang. Maksudnya, tol di sini tidak seperti jalan-jalan tol di Indonesia dimana kita harus masuk melalui gerbang tol, mengambil karcis dan kemudian membayar di gerbang keluar. Dengan kata lain, mereka tidak perlu mengambil karcis dan membayar tol di sini.
                Setelah melewati kota kecil Inglewood, kemudian padang luas yang mereka katakan paddic atau farm, dan juga suatu wilayah yang membuat saya geli yakni lembah yang dinamai Korong Vale, kamipun tiba di Wedderburn. Kami berhenti di depan sebuah café untuk bertemu dengan kepala sekolah dan menyantap makan siang bersama. Kami semua, setelah saling menyapa di kafe, menuju food display untuk memesan makanan. Kepala sekolah memperkenalkan saya pada satu-satunya penjaga kafe di kafe itu. Setelah itu, LO saya bertanya tentang makanan yang halal. Alhamdulillah, ada pizza vegetarian yang bisa menjadi pilihan saya. Meskipun hanya ada sepotong pizza dengan sudut sekitar 70o, saya merasa cukup siang itu. Karena saya merasa dingin, ditambah café tersebut menggunakan AC, saya memesan hot chocolate untuk saya minum sementara kepala sekolah dan LO saya memesan minuman dingin. Hihi, kata mereka mungkin, saya aneh sekali selain karena merasa dingin tapi juga karena pakaian yang saya pakai: hijab.
                Dari kafe, kami menuju sekolah yakni Wedderburn College yang jaraknya seperti dari Stasiun kereta Bandung ke Istana Plaza di jalan Pajajaran Bandung. Namun, sebenarnya lebih dekat dari itu. Di sekolah, saya diajak tour keliling sekolah yang luasnya sekitar setengah dari luas SMKN 1 Cimahi atau seluas masjid Al-Furqon ditambah BPU dan halamannya, mungkin. Fotonya mungkin bisa dilihat di website. Saya diajak melihat setiap ruangan yang ada di sekolah termasuk ruangan staff dimana ada meja-meja berjajar yang merupakan meja kerja guru-guru. Kepala sekolah dan LO menunjukkan meja kerja saya yang posisinya dekat dengan meja LO saya, tentu saja. Ruangan staff yang lain yakni ruangan dengan meja makan besar dan kursi-kursi, sofa, kitchen set, lemari pendingin, beberapa microwave, bread baker, water dispenser, dan sebagainya, juga ditunjukkan. Amazing kan! Jadi jika waktu recess atau lunch tiba, seringkali kami berkumpul di ruangan itu.
                Setelah saya melihat semua ruangan yang ada di sekolah, saya diantar ke lapangan olahraga indoor dan outdoor. Lalu, saya pun diantar masuk ke dalam kebun sekolah yang kecil tapi terdapat beberapa tanaman termasuk mentimun besar yang saya boleh bawa pulang. Asyik!
                Dari sekolah yang berada di  15 Hospital street, kami menuju ke 1 Hospital street yakni rumah sakit yang sejak 5 tahun yang lalu telah menjadi rumah sekaligus penginapan (guest  house). Di rumah ini, tinggallah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah (Dad) yang bekerja sebagai builder di Wedderburn, ibu (Mommy) yang merupakan ibu rumah tangga yang sibuk yang juga bekerja di kantor di Wedderburn, anak perempuan yang bekerja sebagai guru dan tinggal di kota Swanhill, anak laki-laki yang bekerja sebagai baker dan tinggal di kota Bendigo, anak laki-laki yang baru saja selesai sekolah di Wedderburn College dan kini bekerja sebagai builder juga atlet Australian Football atau Cricket, serta anak perempuan yang masih sekolah di tahun ke-7 yakni kelas 1 smp di Wedderburn College.
                Saya dan LO saya masuk ke dalam rumah. LO saya pikir, karena ini adalah guest house, orang bisa langsung masuk saja. Ternyata sebenarnya tidak demikian walaupun ketika kami masuk melewati pintu pertama, kami tiba di ruangan sekitar 2,5 x 2,5 m2 yang hanya terdapat sebuah lemari, cermin, pot tempat payung, dan meja dan kami perlu melewati pintu berikutnya untuk sampai di ruangan utama yakni ruangan keluarga rumah tersebut. Orang Sunda bilang, “blong blang” ketika masuk melewati pintu kedua karena antara ruangan keluarga atau ruang TV, ruang makan dan juga dapur tidak ada tembok yang memisahkan.
                Setelah menyapa dan bekenalan dengan pemilik rumah, saya dipersilahkan masuk ke dalam kamar yang akan saya tempati yang letaknya di bagian belakang rumah sejajar dengan dapur. Kamarnya lebih luas dari kamar saya. Sepertinya 2,5 kali lebih luas. Di dalam kamar tersebut, lantainya berbalut karpet tebal dan di atanya terdapat sebuah tempat tidur dengan kasur yang tebal, seprai, selembar kain putih yang lain, 2 lembar selimut, dan selembar quilt. Di atas kasur itu terdapat 5 buah bantal. Dua di antaranya bersarung putih, tiga lainnya berwarna dan berpola yang sesuai dengan warna selimut tebal dan quilt yang ada. Di kedua sisi tempat tidurnya terdapat meja kecil. Di atas satu meja terdapat lampu meja. Di atas meja yang lain terdapat radio sekaligus jam dan alarm. Tepat di depan tempat tidur terdapat pintu yang menghubungkan saya dengan wastafel yang pastinya terdapat cermin di atasnya. Di satu sisi wastafel merupakan ruangan berpintu yang terdapat toilet di dalamnya. Di sisi yang lain, terdapat shower serta tirai panjang yang menutupi. Oh ya, di sekitar wastafel, disediakan tempat sabun cair keramik beserta isinya, tempat sikat gigi yang terbuat dari keramik, dan sebagainya. Selain tempat tidur dan meja di kamar tidur, ada juga lemari untuk pakaian dan lemari berlaci banyak yang di atasnya terdapat sebuah TV dan DVD player. Tambah lagi, AC yang terpasang di atas TV. Jendela kamarnya pun OK karena langsung menghadap ke luar, ke jalan yang berada di sebelah kiri rumah. Keren sekali kan kamarnya!  
                Sudah keren kamarnya, keren juga fasilitas lainnya! Untuk keluar dari kamar tadi saya perlu melewati dua pintu: pintu kamar dan pintu yang memisahkan kamar-kamar dengan ruangan utama yang terdiri dari ruang keluarga dan sebagainya tadi. Di depan kamar di lorong di antara pintu satu dan lainnya, disimpan lemari es kecil khusus untuk saya. Makan pagi tinggal makan semaunya: mau makan sereal, atau apapun boleh. Makan siang juga demikian, tapi biasanya saya memasak sendiri atau memakan makanan sisa tadi malam. Di malam hari, terkadang saya memasak sendiri terkadang nyonya rumah yang memasak untuk semua. Jika makanan yang dimasak oleh nyonya rumah itu halal, itu berarti untuk semua. Namun, jika yang dimasak itu tidak halal, itu berarti untuk semua kecuali saya. Selain makanan utama, buah-buahan, susu, dessert pun boleh saya santap. Mesin cuci, vacuum cleaner, sepeda, boleh saya gunakan. Keren pokoknya! Baik sekali sih pemilik rumahnya!
                OK, setelah pemilik rumah menjelaskan mengenai kamar saya, kami berbincang sebentar bersama LO saya di ruang makan. Beberapa saat kemudian, setelah kepala sekolah datang dan melihat kamar saya, LO dan kepala sekolah saya pun pergi meninggalkan saya di rumah itu.
                Lalu saya masuk ke kamar yang kini jadi kamar saya sementara. Saya pun beristirahat alias tidur siang.

Ketika sore menjelang, sekitar jam 5, karena merasa lapar, sayapun keluar kamar. Nyonya pemilik rumah sedang menyiapkan makan malam rupanya. Kalau tidak salah ingat, saya menawarkan membantu tapi katanya tidak perlu. Jadi, saya duduk di ruang makan. Beberapa saat kemudian,  beberapa anggota keluarga pemilik rumah, berdatangan. Pertama, anak bungsunya yang perempuan pulang, sayapun lalu diperkenalkan. Selanjutnya, setelah agak lebih sore, kepala keluarga pun pulang. Lalu, anak ke-3 yakni laki-laki berumur 18 tahun.
Setelah makan malam siap dan meja sudah di-set, kami makan malam bersama. Kalau tidak salah, kami makan sayur rebus/kukus, kentang yang dihaluskan, dan daging ayam halal yang dibeli di butcher di Wedderburn.  Beberapa lama setelah makan, saya pamit untuk masuk ke kamar saya. Merekapun mengucapkan selamat malam atau good night.

                                                                           Kamar kosku

                                                         Ruangan utama rumah kos. 

Berdua saja di rumah malam ini

20 Maret 2013 pukul 9 malam waktu Australia (Victoria)

Sekarang jam 9 an malam di Wedderburn, Victoria, Australia. Malam ini, di rumah yang besar bekas rumah sakit ini, hanya ada saya dan anak bungsu pemilik rumah yakni anak perempuan berumur sekitar 12 tahun. Nyonya pemilik rumah sedang dalam perjalanan menuju Melbourne untuk mengikuti pelatihan pada esok harinya. Tuan pemilik rumah dan anak ketiganya masih dalam perjalanan dari Bendigo.

Setelah menunaikan sholat maghrib dan bertadarus Quran tadi, saya mendengar teriakan anak remaja beberapa kali. Saya pikir mungkin itu teriakan sorak sorai di lapangan olahraga yang tidak jauh dari rumah ini. Em, namun setelah beberapa kali saya mendengar, saya jadi khawatir. Bukan hantu yang saya khawatirkan melainkan seseorang yang meminta tolong dari hutan tidak jauh di belakang rumah. Saya pun segera keluar kamar, memastikan anak pemilik rumah tidak di luar sana. Lalu saya tanyakan padanya apakah dia mendengar suara tersebut. Namun, dia menjawab tidak. Sayapun bertanya lagi karena barangkali tadi saya tidak bertanya dengan jelas, dia jawab tidak. Ah! Tidak mungkin suara hantu! Bisa saja dia tidak mendengar karena dia sedang berada di kamarnya yang berada di bagian depan rumah. Sedangkan kamar saya berada di bagian belakang rumah. Kemudian dia pun menuju jendela depan rumah dan saya mengikutinya. Lantas kemudian, dia berteriak seperti ini, "ou u u u..." melalui jendela. Tak berapa lama, suara yang sejak tadi saya dengar beberapa kali terdengar kembali membalas sahutan anak pemilik rumah. Oh oh, ternyata, kata anak pemilik rumah, suara teriakan yang saya dengar adalah suara anak-anak yang sedang berjalan di gelapnya malam. Sepertinya sih gelap, tidak ada lampu jalan, karena kami tidak bisa melihat apa-apa di luar jendela sana. Oh, dan ternyata begitu ya cara berkomunikasi remaja di sini. Dengan memberikan teriakan, teriakan pula yang didapatkan. Jadi saya tahu suara apa itu.

Selasa, 12 Maret 2013

This year is the opposite year for me

Penonton setia acara Spongebob Squarepants atau penonton TV yang secara tidak sengaja menonton tayangan tersebut mungkin mengetahui bahwa di Bikini Bottom tempat Spongebob dan kawan pink-nya tinggal, Spongebob dan kawan-kawan memiliki hari kebalikan.

Mungkin mereka hanya mengalami segala hal terbalik dalam satu hari saja tapi tidak dengan saya. Saya akan menyaksikan atau mengalami banyak hal terbalik sepanjang tahun ini. Itu karena saya sekarang hingga akhir tahun ini tinggal di Australia, di Wedderburn, Victoria.

Masih melekat dalam ingatn saya, bbrp hr yg lalu, di hari ketiga saya berada di Wedderburn yang merupakan hari kedua saya pergi bekerja ke sekolah, saya bersama anak bungsu pemilik rumah berangkat bersama ke sekolah. Pintu depan paling luar saat itu belum dibuka. Sebelum kami berjalan keluar melalui pintu itu, dengan inisiatif saya mencoba membuka kuncinya dengan memutarnya ke arah kiri. Namun. Yang terjadi adalah pintu itu masih terkunci!

Lalu, perihal cara makan, orang-orang memasukkan makanan dengan tangan kirinya. Ya, hal ini saya perhatikan terutama dari keluarga di rumah tempat saya tinggal. Sebelum makan, meja biasanya ditata dengan garpu, pisau, gelas, botol berisi air minum, dsb. Yang saya lihat adalah posisi garpu yang berada di sebelah kiri. Ya, hal ini bukanlah hal yang aneh bagi saya yang beberapa kali melihat hal serupa di TV dan pernah mengikuti acara table manner ala barat. Ketika makan dimulai, tanpa rasa malu saya menukar posisi garpu dan pisau di depan saya sehingga saya tetap makan dengan tangan kanan. Itu saya lakukan karena saya ingin menjadi hamba Allah yang baik dan pengikut Rasulullah SAW yang baik dengan mengikuti salah satu sunnah Rasulullah yakni makan dengan tangan kanan. Hehe.

Hari Sabtu lalu, ada semacam pasar kaget di sekitar Jacka Park (saya tidak yakin ejaannya benar). Setelah menyetrika beberapa baju, saya berjalan kesana yang tidak begitu jauh dari rumah (secara ini kota yang sangat kecil seperti satu kelurahan). Sepanjang saya berjalan, ada beberapa mobil melintas. Kalau boleh GR ya, beberapa pengemudi mobil-mobil itu memperhatikan saya ketika mereka berlalu. Mungkin dalam pikiran mereka, "Siapa ini? Aneh sekali di hari yang sangat panas memakai pakaian tertutup dari ujung rambut hingga ujung kaki" Hingga akhirnya saya tiba di taman, orang-orang di parkiran memperhatikan saya yang dengan PD nya melenggang mencari ibu kos yang menggelar lapak di pasar kaget itu. Aduh, saya merasa seperti bule yang datang ke Garut. Biasanya kalau di Indonesia kan saya yang suka memperhatikan 'bule-bule' yang datang ke kota atau desa. Hari itu, eh saya yang jadi 'bule'-nya. Terbalik bukan?!

Kemudian, hari ini ketika membantu ibu kos menyiapkan makan malam, saya mengupas wortel dari arah luar ke dalam (ke arah saya). Padahal, kalau di Indonesia, saya mengupas buah atau sayur dari arah dalam ke luar.

Dan beberapa hal lagi yang berkebalikan dengan saya...

Minggu, 10 Maret 2013

Bendigo: to the city and the farm


(2 Maret 2013)


Malam di sini, ditunjukkan oleh jarum jam di jam dinding. Kalau tidak salah, jam dinding menunjukkan pukul 7, padahal matahari belum terbenam. Waktunya makan malam, asyik aku bisa merasakan makan malam ala orang Australia bersama keluarga Australia. Malam itu, anak laki-laki yang bertugas set-up meja makan: menyimpan garpu, piring, dan pisau di atas meja, lalu gelas dan botol air di tengah-tengah meja. Setelah meja makan siap dengan peralatan makan, anak perempuan bertanya pada bapaknya apakah dia bisa duduk di sebelah saya. Oh,  so sweet! I love these kids. They are nice. Lalu bapaknya menjelaskan kepada saya, dan saya pun mengiyakan.
Kamipun kemudian makan malam bersama. Saya duduk di sebelah anak perempuan itu. Malam itu, kami makan ayam panggang bagian paha, sayuran rebus seperti kacang panjang dan labu kuning. Kalau boleh jujur, makanannya not as tasty as Indonesian foods alias tidak berasa asin atau gimana. Alhamdulillah, LO saya mempunyai sambal indofood sehingga bisa saya tambahkan ke dalam makanan saya. Dengan demikian, saya bisa menikmati makan malam dengan enak dan bisa menghabiskan sepiring makanan yang disediakan. Makan malam kami nikmati hingga waktu menunjukkan hampir pukul 8. Saat itu, saya bertanya jam berapa biasanya orang Australia tidur. LO sayapun menjawab bahwa anak-anak biasanya tidur jam 8 dan orang dewasa sekitar jam 9. Oh, hampir sama. Sayapun akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar saya dan tidur setelah sikat gigi dan mencuci muka.
Oh, ternyata saya lelah sekali. Saya tidur hampir 12 jam. Saya bangun setelah jam 8 pagi. Saya tetap tidur ketika di pagi hari sekali sekitar jam 6, saya mendengar seseorang telah bangun dari tidurnya, yang ternyata anak laki-laki itu. Saya sedang tidak sholat hari itu dan juga LO saya kemarin memberitahu saya bahwa saya bisa tidur lama hingga jam 9 an karena tidak ada begitu banyak agenda di hari itu.
Setelah saya bangun, saya langsung bersiap mandi. Ketika keluar, LO saya menyapa saya, “Good morning, Restri? Did you have nice sleep?” Saya jawab, “Morning. Yes, sorry I am too sleepy so I sleep long time.”  Dan sedikit percakapan tambahan. Aduh, saya berbicara bahasa Inggrisnya belepotan.
Setelah mandi dan bersiap saya dan LO saya berangkat menuju pusat kota untuk mengirimkan formulir WWC dan TFN. Namun, ketika tiba di kantor pos lewat dari jam 11, petugas di kantor pos berkata bahwa mereka bisa melakukannya sebelum jam 11. Dan lagi, hari itu, sabtu, mereka buka hingga pukul 12 siang saja. Oleh karena itu, saya hanya minta difoto saja di kantor pos tersebut. Hah! Ternyata kita bisa difoto, pas foto, di kantor pos! Tidak ada studio foto gitu di sini?  Hehe.
Setelah itu, kami mampir di Op shop karena saya ingin membeli sweater dengan harga murah. Saya pun membeli sweater hitam panjang seharga sekitar 78 dolar Australia. Lalu, kami pun pulang ke rumah. Sudah waktunya makan siang sebenarnya tapi kami tanpa makan siang, saya, LO, pasangannya serta anak-anak pergi ke pusat kota. Setelah memarkirkan mobil di pusat kota, kami berjalan menyusuri took-toko menuju Rosalind Park. Kami berjalan hingga ke bukit dan kami menaiki tower yang ada di sana. Melihat sekililing Bendigo begitu beda namun indah.
Mengingat pesan dosen bahwa kita tidak bisa sembarang mengambil foto, saya bertanya pada LO saya, “Can I take a picture?” Iapun mengiyakan. Kemudian saya mengambil beberapa foto pemandangan. Em, sebenarnya saya ingin mengambil foto saya sendiri, tapi malu. Lalu, yeh, pasangan LO saya berkata pada LO saya barangkali saya ingin bantuan untuk mengambil foto saya. Akhirnya, LO saya pun mengambilkan foto saya dengan background pemandangan bendigo dengan HP saya.
Setelah itu, kami turun dari tower dan berjalan menuju tempat kami memarkirkan mobil. Oh! Ada orang berpenampilan superman. Wow! Tunggu dulu! Orang itu hanya memakai celana dalam merah dan sayap merah sedangkan seluruh tubuhnya dicat warna biru. Ih!
Ok, lanjut lagi. Setelah LO saya membeli makanan untuk makan siang kami, kami melaju menuju Weroona Lake. Kami menikmati makan siang kami bersama di bangku dan meja di pinggir danau. Siang itu kami memakan makanan ala Turki: roti Turki yang besar dengan 3 jenis selai asin di masing-masing container (baca: misting) nya. Ternyata, di suatu tempat di pinggir danau, akan diselenggarakan wedding. Setelah selesai makan, sambil menunggu acara wedding mulai, saya bermain bersama anak-anak. Yang paling antusias dan paling mengikuti permainan adalah anak laki-laki. Kami, saat itu, bermain lempar ranting. Masing-masing kami memegang 2 batang ranting kecil. Yang satu untuk memukul ranting lain. Yang satu untuk dipukul. Semakin jauh ranting yang dipukul terlempar, semakin bagus dan itu artinya menang. Setelah beberapa lama bermain, kami berjalan-jalan mengelilingi danau. Namun, ketika kami melihat wedding akan segera berlangsung, kami segera berjalan memutar arah menuju ke sisi danau dimana wedding diselenggarakan.
Memang bukan hal yang aneh, acara pernikahan seringkali saya saksikan dengan langsung di Indonesia tapi dengan budaya Islam. Menyaksikan acara pernikahan budaya barat pun sebenarnya tidak aneh karena beberapa kali dapat disaksikan di film-film hollywood atau beritanya. Meskipun demikian, ini baru pertama kalinya bagi saya menyaksikan acara pernikahan gaya barat secara live, langsung..well ga ada yang aneh, hehe.
Setelah beberapa lama, LO saya mengajak saya untuk meninggalkan acara itu dan menghampiri anak-anak yang menunggu beberapa meter dari kami. Kemudian kami beserta anak-anak, masuk ke playing ground yang masih berada di sekitar danau. Senang, melihat anak perempuan yang bersama kami tertawa gembira karena diayunkan dengan keras oleh ayahnya di ayunan. Namun, dia jadi menangis ketika ayahnya memutuskan agar kami meninggalkan tempat itu.
Kami berjalan menyusuri sisi danau lagi untuk sampai ke tempat parkir. Sepanjang jalan kami, kami memandangi danau yang di permukaannya terdapat beberapa bebek kecil dan seekor angsa. Kami juga melihat hidung kura-kura yang muncul di permukaan air danau. Anak laki-laki meminta saya memperhatikan bebek kecil yang menyelam ke dalam air untuk mengambil makanan di dalam. Saya coba menghitung berapa lama bebek itu di dalam air. Ternyata, bebek tersebut berada di dalam air selama sekitar 10 hitungan lambat atau 10 detik.
Dari danau, kami menuju rumah kembali. Di rumah, setelah saya membereskan koper, tas jinjing, dan tas gendong saya, kami berangkat menuju rumah orang tua pasangannya di farm. Asyik! Saya bisa merasakan tinggal di farm.
Beberapa lama kemudian, kami tiba di farm. Karena pintu depan rumah di kunci, kami jalan ke belakang rumah untuk dapat masuk ke dalam rumah. Aduh! Ternyata mereka punya anjing buldog kecil, tiga lagi! Oh ya, LO saya juga mempunyai anjing besar seperti Scooby Doo tapi dia menempatkan anjingnya di belakang rumah dan tak membiarkannya masuk ke dalam rumah. Ok, kembali lagi. Anjing-anjing buldog kecil tadi berusaha untuk mendekati saya. Oh, tidak! Saya pun dengan segera bereaksi, mundur untuk menghindari mereka. Untung yang punya anjing dan yang lain segera bertindak, menyuruh mereka pergi. Setelah diijinkan masuk rumah, sayapun segera masuk rumah.
Wah! Rumahnya bagus. Dapurnya, ruang tamunya, kamar mandinya, kamar tidurnya bagus semua. Saya senang kali ini karena alhamdulillah semua kamarnya bisa dikunci. Kamar mandi dan toiletnya juga bisa dikunci!
Saya dibiarkan untuk tidur di kamar yang bagus sekali. Mereka bilang itu adalah princess room. Oh, indeed! Karena bagus sekali kamarnya.
Setelah beberapa menit duduk di kasur yang sangat nyaman, anak laki-laki datang menghampiri. Dia memberitahukan saya bahwa ada burung di suatu tempat. Entahlah, saya tidak bisa benar-benar mengerti perkataannya. Namun, ketika dia mengulangi lagi perkataannya, saya yakin dia ingin sekali saya melihatnya. Saya pun ikut bersamanya ke ruangan laundry dimana disitu ada mesin cuci, tentunya, dan peralatan mencuci, mungkin, di dalam lemari, dan juga sebuah sangkar burung beserta burungnya.
Anak laki-laki itu senang sekali mengganggu burung tersebut sehingga burung tersebut terbang kesana kemari di dalam ruang laundry. Setiap kali burung itu terbang, kami dengan serunya tiarap. Setelah beberapa lama, anak perempuan bergabung dan kami semua sambil tertawa, tiarap setiap kali burung terbang berkeliling di atas kami di ruang laudry yang sempit kira-kira 2,5 x 3 m2.
Beberapa menit kemudian, saya, LO saya dan pasangannya meninggalkan farm menuju ke suatu tempat seperti aula atau auditorium yang biasanya digunakan untuk pameran atau sejenisnya. Malam itu, kami kesana dalam rangka menghadiri acara lelang amal untuk membantu suami dari salah satu guru di Wedderburn college yang mengalami kecelakaan bersepeda dan harus dirawat selama berbulan-bulan.
Sudah banyak orang yang hadir di dalam ruangan itu. Ada banyak meja-meja bundar dikelilingi kursi-kursi, panggung, barang-barang yang dilelang dari mulai kaos olahraga bertanda tangan atlet ternama sampai crane penggali, dan sebagainya.
Keesokan pagi, meskipun merasakan kantuk berat, saya bersemangat untuk bangun dan mandi untuk berjalan-jalan di sekitar farm dan melihat kangguru yang hanya keluar ketika langit dan udara tidak panas. Setelah bersiap saya segera keluar dan berkata, “Can I have a walk around this farm?” mereka langsung mengiyakan.
Setelah memastikan bahwa anjing-anjing buldog itu tidak berkeliaran di luar tapi diam di kandang, saya keluar dan berjalan mendekati ladang luas terhampar dimana ada beberapa kangguru sedang menyantap sarapan pagi. Mengetahui saya berada di balik pagar yang membatasi saya dan mereka, mereka tidak melanjutkan makan mereka. Mereka terus memperhatikan saya karena sepertinya mereka merasa terancam dengan kehadiran saya. Karena bosan hanya diam dan memandangi mereka, saya berjalan ke arah lain menuju ke dalam hutan. Kangguru yang mengetahui kedatangan saya, segera berlari meloncat-loncat masuk ke dalam hutan lebih dalam sehingga saya tidak bisa melihat mereka dari dekat. Hutannya tidak begitu menakutkan, mungkin karena saya pernah berjalan di hutan di atas gunung malam-malam hanya bertiga sewaktu saya masih menjadi anggota pramuka di SLTA. Lagipula, ketika saya jalan di hutan di sekitar farm, waktunya masih pagi, dan hutannya tidak begitu lebat dengan pohon-pohon.
Well, setelah mengambil beberapa foto diri sendiri dan merekam sebentar burung-burung berkicau, saya berjalan keluar dari hutan. Ketika saya telah dekat rumah, anjing buldog menghampiri saya dengan gembiranya tapi saya tidak gembira! Saya mundur dan mundur seiring anjing itu mendekati saya maju dan maju. Saya pun sambil berteriak agar orang menjauhkan anjing itu dari saya. Dan anak-anak kemudian menjauhkannya dari saya. Hem, saya merasa sedikit tidak enak sebenarnya karena hal ini, tidak suka anjing, adalah hal yang aneh di sini. Saya juga sedikit merasa tidak enak pada anjing itu. Sebenarnya, dia baik dan hanya ingin mengenal saya, hehe, tapi saya tidak mau.
 Saya berjalan ke bagian belakang rumah untuk masuk. Aduh! Masih ada anjing yang lain! Saya pun segera masuk ke dalam rumah melalui dapur. Uhh!
Saya ditawari sarapan, ya tentu saja saya terima karena saya sangat lapar. Saya hampir tidak bisa melewatkan sarapan pagi karena sarapan pagi sangatlah penting. Saya dibuatkan roti bakar dengan selai apricot, homemade. Aduh! Saya tidak tahu saat itu kalau roti tawar bisa juga mengandung zat yang tidak halal. Saya baru tahu hal itu setelah beberapa hari di Australia dan saya membaca komposisi yang terdapat dalam roti tawar. Komposisi yang meragukan itu adalah emulsifier E471.
Setelah sarapan, saya meyiapkan barang-barang saya untuk pergi lagi, ke rumah LO saya dulu, lalu ke Wedderburn, kota (suburb) dimana Wedderburn college berada.
Foto Pemandangan kota Bendigo dari atas tower di Rosalind Park. 

Ada yang lucu, dasar anak kecil, hehehe


(1 Maret 2013)

Oh ya, ketika di pusat kota Bendigo, saya dan LO saya menyempatkan berbelanja beberapa bahan makanan. Melihat ada sayuran campur seperti kol putih, kol ungu, dan yang lainnya terbungkus telah diiris, saya jadi ingat bala-bala. Saya pun bertanya pada LO saya apakah saya bisa membuat bala-bala di rumahnya nanti. Diapun mengiyakan dan mengijinkan saya mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat bala-bala.
Sampai di rumah, setelah beberapa lama, anak-anak datang. Satu di antaranya adalah anak laki-laki berumur sekitar 11 tahun. Satu lagi, anak perempuan yang lebih muda berumur sekitar 6 tahun. Anak laki-laki tersebut begitu sopan, baik, dan lucu. Ketika masuk rumah, dia langsung menyapaku, “Hi, Restri” sambil tersenyum. Ih lucunya. Lalu saya membalas sapanya dan bertanya dimana adiknya. Diapun menjawab sambil tersenyum. Kemudian, masuklah anak perempuan yang dimaksud. Dia sepertinya pemalu sehingga dia tidak menyapaku duluan. Oleh karenanya, saya menyapanya terlebih dulu.
Waktu menunjukkan pukul berapa gitu di sore hari kalau di Indonesia. LO saya mulai memasak. Karena tahu saya makan yang halal. LO saya memasak daging ayam yang dibeli di sebuah butcher di Bendigo dan berlabel halal. Saya pun membuat bala-bala dengan bahan-bahan yang ada. Umm, saya, untuk pertama kalinya, menggunakan garam dan merica dengan suatu alat yang mengharuskanmu memutar-mutarnya agar garam dan mericanya bubuk dan keluar. Sudah beberapa kali saya tambahkan garam ke adonan bala-bala saya, tapi tetap tidak terasa asin. Setelah adonan digoreng dengan minyak, bukan minyak kelapa, jadilah beberapa buah bala-bala, cukup banyak ternyata. LO saya mencobanya dan dia bilang enak, entah apakah dia benar-benar merasa itu enak. Pasangannya pun makan, begitu juga anak laki-lakinya. Tapi tidak dengan anak perempuan yang tidak suka sayur ini.
Setelah beberapa lama, karena makan malam belum siap, anak-anak meminta saya melihat dan masuk ke kamar mereka. Mereka bilang, “Can I show you my room?” Saya bilang, “Pardon.” Karena saya tidak terlalu bisa menangkap perkataan mereka dengan lafal yang kurang jelas. Setelah dijelaskan LO saya, sayapun mengiyakan. Lalu, sayapun masuk ke dalam kamar mereka. Mereka langsung begerak menunjukkan mainan-mainan yang mereka punya. Saya merasa senang saja meskipun masih merasa lelah karena perjalanan panjang dari Indonesia ke Australia. Karena senang, saya senyum-senyum saja dengan semua yang mereka katakan dan tunjukkan. Suatu waktu saya jadi tertawa dan LO saya yang mengintip sebentar pun tertawa ketika anak laki-laki menunjukkan kertas berbentuk orang yang berlipat-lipat banyak dan bertanya, “Do you have paper?” Dengan jelas sambil tersenyum, “Yes, of course, I have paper. There is paper in Indonesia.”

Melbourne to Bendigo


(1 Maret 2013)

Setelah beberapa lama menunggu di sebuah warung kopi di bandara, LO sayapun tiba. Dia adalah seorang wanita berumur 29 tahun, bertubuh tinggi, berkulit putih, berhidung mancung, berambut gaya Jamaika, dan bertindik di hidung. Meskipun ini pertemuan pertama kami, saya tidak merasa canggung karena kami sudah berkomunikasi melalui email sejak beberapa bulan yang lalu. Kamipun bersalaman dan cium pipi kanan serta kiri.
Kemudian, kami berjalan menuju ke tempat parkir dimana pasangan LO saya menunggu. LO saya membantu saya membawakan koper saya ke tempat parkir. Lalu, pasangannya membantu saya mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Itu setelah saya diperkenalkan kepadanya tentunya.
Dengan mobil sedan putih, kami melaju menuju Bendigo, kota dimana mereka tinggal bersama. Kami berbincang-bincang sedikit di dalam mobil. Dengan malu-malu saya merekam sebentar pemandangan di jalan untuk saya bagikan dengan keluarga dan teman di Indonesia. Wah! Mata saya jauh memandang karena sepanjang jalan di luar Melbourne, yang saya lihat adalah padang yang luas dengan rumput yang tidak hijau. LO saya pun menjelaskan bahwa hujan sudah lama tidak membasahi ladang ini sejak cukup lama.
Setelah beberapa lama melaju dan kami tiba di deretan toko-toko, kami mampir sebentar di sebuah kafe. Satu hal yang ingin saya lakukan adalah minum. Oleh karenanya, saya segera mengambil sebotol air mineral di dalam kulkas di kafe tersebut. Lalu, LO saya menawarkan jika saya ingin membeli kue. Saya tanya padanya apakah ada kue yang halal. Saya tidak ragu bertanya demikian pada LO saya karena pernah suatu ketika kami berkomunikasi melalui email, LO saya memberikan informasi bahwa daging halal ada di kota Bendigo tapi tidak di Wedderburn. Sejak itu, saya tahu bahwa LO saya tahu bahwa muslim memilih makanan. LO sayapun kemudia membantu memilihkan. Dia memilih kue khas Autralia bernama Lamington. Katanya kue ini hanya terbuat dari kue  biasa, coklat, dan selai. Untuk memastikan saya kembali bertanya pada LO apakah kue ini mengandung gellatin karena biasanya beberapa coklat mengandung gellatin yang belum tentu kehalalannya. Wah! LO saya memang baik. Dia kemudian membantu saya mencari tahu dengan bertanya kepada pelayan kafe tentang kandungan kue Lamington tersebut. Setelah ditanyakan, ternyata kue tersebut tidak mengandung gellatin. Oleh karenanya, saya membeli kue tersebut. Wah! LO saya baik. Dia membayar sebotol minum dan kue yang saya ambil. Asyik! Tidak keluar uang.
Setelah pasangan LO saya meminum segelas kopi, kami berangkat menuju rumah LO saya. Rumahnya tidak luas tapi lebih luas daripada rumah saya. Ada 7 ruangan di rumah itu. Satu ruang adalah kamar tidurnya. Satu ruang adalah kamar tidur anak-anak. Satu ruang digunakan untuk penyimpanan. Satu ruang digunakan seperti ruang kerja dan selama ada saya, ruangan ini dijadikan kamar tidur saya. Satu ruangan adalah kamar mandi. Ruangan lainnya adalah dapur dan ruang TV sekaligus ruang tamu dan keluarga.
Setelah beberapa saat berada di rumah LO saya. Mereka menyiapkan kasur untuk saya tidur di ruangan kerja yang tadi saya sebutkan. Setelah siap, LO saya menawarkan agar saya mandi atau istirahat. Saya merasa sangat lelah karena tidak tidur cukup di pesawat. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk istirahat terlebih dulu. Sayapun kemudian masuk kamar yang ternyata tidak ada lubang kuncinya sehingga saya tidak bisa menguncinya. Saya tidur dengan masih memakai kerudung karena khawatir saya masih dapat dilihat dari luar dengan kondisi pintu geser yang tidak terlalu bisa tertutup rapat.
Setelah merasa cukup beristirahat, sayapun bangun. Saya siapkan peralatan mandi dan pakaian untuk saya bawa ke kamar mandi sehingga saya bisa berganti pakaian di kamar mandi yang saya pikir terdapat kunci pada pintunya. Tapi ternyata, ketika saya sudah masuk di kamar mandi yang kering itu, pintunya tidak memiliki lubang kunci bahkan tidak ada benda apapun yang bisa mengunci pintunya! Aduh! Bagaimana ini?!
Anyway, saya tetap mandi dengan masih memakai pakaian yang saya pakai sejak kemarin!
Tak berapa lama setelah saya mandi, LO saya menawarkan jika saya ingin makan. Saat itu, entah kenapa saya belum merasa lapar. Jadi, setelah bersiap kami langsung pergi ke pusat kota Bendigo tanpa makan siang. Pertama, kami pergi ke toko OPTUS untuk membeli simcard OPTUS, salah satu provider di Australia yang disarankan language assistant tahun lalu. Aduh! Saya tidak bisa begitu mengerti ketika petugas OPTUS menjelaskan beberapa hal kepada LO saya. Setelah itu, kami ke Bendigo Bank agar saya bisa membuat rekening tabungan di bank tersebut. Salah satu cutomer service membantu kami dan menjelaskan beberapa jenis rekening dan kartu ATM. Saya berusaha untuk benar-benar berkonsentrasi agar bisa mengerti apa yang dikatakan customer service tersebut. Terkadang atau bahkan seringkali saya berkata, “Pardon.” agar orang tersebut mengulangi perkataannya. Dan seringkali juga saya melihat ke arah LO saya, mengisyaratkan bahwa saya perlu penjelasan dengan bahasa yang lebih sederhana. Alhamdulillah, LO saya bisa menjelaskan dengan bahasa dan kecepatan berbicara yang saya bisa tangkap dan mengerti. Dari bank, kami berjalan menuju kantor pos untuk mengambil formulir Working With Children (WWC) di kantor pos yang tidak jauh dari bank. Saya harus membuat aplikasi WWC agar saya mendapat ijin bekerja di sekolah yang mengharuskan saya terlibat bersama anak-anak. Dari kantor pos, kami menyebrang jalan ke News Agency untuk mengambil formulir Tax File Number (TFN). Semua orang yang bekerja di Australia, baik yang wajib pajak atau tidak, harus punya TFN semacam NPWP di Indonesia. Namun, di akhir suatu bulan, katanya, saya akan mendapatkan kembali uang-uang yang saya bayarkan untuk pajak karena saya dengan gaji sekian yang saya dapat bukanlah merupakan wajib pajak.
Satu hal yang membuat saya amazed sejak dari toko OPTUS adalah mereka, para petugas, ramah-ramah. Mereka menyapa duluan, menanyakan kabar, dan sebagainya, “Oh, hi, how are you going? Can I help you?” Juga para pelanggannya mengantri dengan tertib.
Satu hal lagi, di setiap pertigaan atau perempatan atau perlimaan, mobil yang dikemudikan LO saya ini selalu berhenti terlebih dahulu meskipun tidak ada lampu lalu lintas. Mobil ini berhenti dan membiarkan mobil dari arah kanan, jika ada, melaju duluan. Wah! Tertib! Saya heran lalu saya tanyakan kenapa dia selalu berhenti begitu. Dia bilang, peraturan mengatakan bahwa kamu harus membiarkan kendaraan dari arah kanan berjalan terlebih dahulu, sebelum kamu.

Rabu, 06 Maret 2013

Australia, I'm here


Australia, I’m here (1 Maret 2013)
Alhamdulillah, saya bisa menulis/mengetik juga setelah beberapa hari di Australia dan terlalu sibuk dengan persiapan dan sebagainya.

Hari ini, Rabu malam, tanggal 6 Maret 2013, adalah hari ke enam saya berada di Australia. Dan saat ini, saya berada di Wedderburn, salah satu kota yang sangat kecil di negara bagian Victoria, Australia.

Sebelum saya menceritakan mengenai Wedderburn, saya akan menceritakan apa yang terjadi sejak saya meninggalkan rumah.

Saya berangkat dari rumah sekitar pukul tujuh pagi bersama ibu dan bapak saya. Sayapun tiba di kampus sekitar pukul setengah delapan. Setelah menunggu beberapa saat, saya dan Teh Tya menemui Pak Didi Sukyadi, dekan baru FPBS. Kami mendapat wejangan yang sangat bermanfaat. Beberapa di antaranya adalah bahwa kami harus menjaga jati diri kami sebagai muslim dan bangsa Indonesia: tidak perlu mengikuti apa yang mereka makan terutama yang diharamkan, tidak perlu mengikuti gaya berpakaian mereka, dsb. Kami juga diamanatkan untuk menjaga nama baik diri sendiri, keluarga, universitas, dan negara. Wah! Nasihat beliau bagus. Oya, dan satu lagi, beliau bilang bahwa kami perlu menghafal lagu “watching matilda…” yang katanya merupakan lagu nasional Australia yakni lagu yang semua warga negara Australia tahu.

Setelah itu, kami bersiap kembali di Office of International Education and Relation. Keluarga kami pun turut serta menunggu hingga waktu keberangkatan kami ke bandara internasional di Jakarta. Pukul 10, saya dan Teh Tya masuk mobil kampus bersama staf OIER dan supir. Sementara itu, keluarga kami masuk ke dalam mobil masing-masing. Kami semua kemudian berangkat menuju Jakarta.

Di perjalanan, saya merekam kota Jakarta sebentar. Barangkali ada siswa bahasa Indonesia di Australia nanti ingin mengetahui bagaimana kota Jakarta. Setelah tiba di bandara, staf OEIR dan supir membantu menurunkan barang-barang saya dan Teh Tya dari mobil. Lalu, mereka pergi meninggalkan kami. Petualangan kami berdua belum mulai saat itu, keluarga kami masih menemani hingga saatnya kami harus masuk untuk check in, boarding, dan take-off.

Oh, agar nanti ketika waktunya, saya dan Teh Tya tidak terlalu ‘riweuh’, kami memutuskan untuk check-in terlebih dahulu meskipun belum ada panggilan. Jadi di terminal 2 E dan F kami masuk ke dalam gedungnya. Lalu kami masuk kembali di F1 atau F2. Ketika masuk, kami harus menyimpan segala yang kami bawa di atas papan berjalan sehingga kemudian barang-barang kami masuk ke dalam alat pemeriksaan seperti X-ray. Kami pun harus melewati suatu alat yang dapat mendeteksi logam, dsb. Setelah itu, kami menuju ke antrian untuk check-in. Kami harus check-in di loket yang tepat sesuai dengan maskapai, jenis penerbangan, dan status kami sebagai pelanggan tak tetap Garuda jadi kami mencari loket dengan tulisan Garuda international apa gitu. 

Di loket check-in kami harus menimbang barang yang hanya akan masuk bagasi yakni koper. Kami sempat khawatir jika kami akan harus membayar sejumlah uang karena kelebihan beban. Kami bertanya melalui email ke alamat dimana kami memesan tiket secara online. Mereka mengatakan bahwa kuota bagasi kami hanya 20 kg. alhamdulillah, ketika di loket, dikatakan oleh petugasnya bahwa kuota kami masing-masing adalah 30 kg. Dengan demikian, meskipun berat koper saya sekitar 26 kg, saya tidak perlu membayar sepeser uang pun. Di loket tersebut juga, kami mendapatkan kartu bagasi kami dan nomor tempat duduk kami di pesawat nanti.

Setelah itu kami lakukan, kami kembali keluar dengan membawa tas yang akan kami simpan di kabin pesawat. Kami pun menikmati waktu-waktu terakhir kami bersama keluarga di bandara. Kami mengambil foto kami dan keluarga beberapa kali di bandara. Kami makan, minum, dan berbicara dengan keluarga di bandara hingga pada suatu waktu sekitar jam 5 sore... saya mendengar nomor penerbangan kami dipanggil lengkap dengan tujuan dan waktu keberangkatan. Inilah saatnya kami masuk untuk boarding yakni untuk menunggu di ruang tunggu kemudian masuk ke pesawat beberapa menit kemudian. Kami pun pamitan dengan keluarga. Hehe, lucu atau bagaimana ya, tidak satupun baik saya maupun keluarga saya menangis ketika berpisah. Ya, mungkin karena kami semua tahu bahwa pergi ke luar negri, ke Australia, telah menjadi mimpi saya sejak lama dan kami semua bahagia mimpi saya terwujud. Yang membuat saya ingin menangis adalah ketika melihat Teh Tya dan keluarganya menangis, hehe.

Saya dan Teh Tyapun masuk melalui pintu F1. Oh iya, di sekitar loket check-in kami sempat mengambil foto kami berdua beberapa kali di tempat berbeda menggunakan front-camera di HP saya. Soalnya malu ah kalau menggunakan kamera biasa, hehe. Untuk menuju ruang tunggu, ternyata kami harus berjalan cukup jauh, ya sekitar 200 meter. Di ruang tunggu, kami melihat banyak ‘bule’. Ada tiga orang di antaranya yang berdiri tidak duduk. Dalam pikiran saya, mungkinkah tiga ‘bule’ ini orang Australia yang akan pulang ke Melbourne?

Untuk memasuki pesawat, ternyata kami harus keluar turun dari ruang tunggu lalau naik bis di sekitar lapangan terbang dimana banyak pesawat parkir. Ini adalah pengalaman pertama kami. Karena sebelumnya, sewaktu kami masing-masing melakukan penerbangan domestik, kami langsung masuk ke pesawat, tidak naik bis dahulu.

Di pesawat, para pramugrari tidak berpantomim menunjukkan prosedur keselamatan. Prosedur keselamatan itu ditunjukkan dalam video di TV kecil di setiap bagian belakang kursi. Kami tentu mematikan HP kami terutama ketika diumumkan. Sabuk keselamatan di kursi pun kami pasang ketika lampu kecil di atas di bagian bawah kabin mengisyaratkan demikian.

Wah, ini waktunya makan malam, dapat makanan tidak ya? Tanya saya dalam hati ketika pesawat sudah terbang selama sekitar satu jam sejak jam 6 sore.

Alhamdulillah, ternyata, kami semua mendapatkan makan malam di pesawat. Mengingat pengalaman saya sekitar sebulan yang lalu, sebelum melahap makanan tersebut, saya cek terlebih dahulu ingredient. Namun, tidak ada ingredient dituliskan di setiap bungkus makanannya karena hanya mentega yang dibungkus yang lain tidak. Oleh karena itu, saya tanya pramugari yang membagikan makanan, apakah makanan tersebut halal atau tidak. Setelah dia bilang ya, saya langsung makan karena saya lapar. Jadi, ini adalah pengalaman pertama kami yang lain yakni makan di pesawat. Yang kami makan saat itu adalah sepotong kecil roti dan mentega keju, nasi dengan daging sapi ditambah saus pedas, dan puding. Minumnya saat itu, saya pilih orange juice, jika tidak salah ingat, hehe.

Masih ingat pertanyaan saya mengenai tiga ‘bule’? Sepertinya jawabannya iya. Tidak kami sangka, tiga ‘bule’ tersebut duduk dua bangku di depan kami. Setelah kami tiba di Bali, mereka bertanya pada pramugari mengenai penggantian pesawat yang akan ke Melbourne. Oh, sayapun langsung memberi tahu Teh Tya untuk mengikuti tiga ‘bule’ itu.

Kemudian, kami turun dari pesawat mengikuti ‘bule-bule’ tadi. Ups, jangan terlalu dekat, nanti mereka merasa diikuti. Kamipun berjalan dengan menjaga jarak tetapi tetap memusatkan perhatian pada mereka.
Kamipun tiba di loket keberangkatan internasional. Ada hal lucu yang terjadi di sini. Karena kami melihat banyak orang yakni ‘bule-bule’ yang putih atau  yang dari Asia menulis sesuatu di Incoming passenger card, kami ikut menulis juga. Kami menulis sambil duduk di lantai. Umm, ada satu bagian yang saya tidak yakin harus menulis apa sehingga sayapun berdiri dan mendekati petugas yang terlihat seperti orang Indonesia. Ternyata, dia bilang, orang Indonesia tidak perlu menulis itu, dan orang Indonesia tidak perlu mengantri lama bersama ‘bule-bule’ karena ada loket tersendiri. Dan yang tak disangka adalah petugas itu ternyata orang sunda. Kami mengetahuinya ketika dia bertanya tujuan kami dengan bahasa sunda. Dia begitu baik dan mendo’akan agar kami menikmati perjalanan kami. Hmm, saya lupa untuk melihat atau bertanya namanya dan saya pun sepertinya sudah lupa rupa wajahnya.

Eh ketemu lagi ma tiga ‘bule’ tadi di pesawat kedua yang kini terbang menuju Melbourne. Mereka duduk di tempat yang sama yakni bangku dekat emergency exit. Sedangkan kami, yang awalnya duduk di belakang mereka, kini duduk di sebelah kiri belakang mereka. Jadi, jika di pesawat pertama kami duduk di dekat jendela dan dapat melihat sayap kanan pesawat, di pesawat kedua kami duduk di dekat jendela dan dapat melihat sayap kiri pesawat.

Cuaca tidak begitu baik tentunya di malam hari, pilot mengingatkan hal itu agar kami tetap memasang sabuk keselamatan meskipun pesawat sudah mengudara. Lampu yang mengisyaratkan sabuk keselamatan senantiasa menyala. Itu artinya tetap di bangku masing-masing dengan mengenakan sabuk keselamatan. Beberapa lama mengudara, lampu isyarat toilet menyala. Itu artinya, toilet boleh digunakan. Penumpang boleh melepaskan sabuk keselamatan dan meninggalkan bangku jika hendak ke toilet.

Aduh, saya mulai mengantuk tapi sayang jika harus tidur dan melewatkan kesempatan untuk menggunakan TV kecil yang ada di setiap bangku di pesawat. Sayapun menonton beberapa film sebentar saja yakni tidak sampai habis. Sayapun tidur beberapa lama hingga saatnya kami hampir tiba di bandara di melbourne, kami mendapatkan kartu keimmigrasian dan makanan sebagai sarapan pagi kami. Saat itu adalah makan besar karena kami mendapatkan banyak makanan. Saya makan mie goreng sea food, roti dengan 3 jenis selai, puding, dan buah-buahan. Sebagai minumannya, saya pilih teh hangat yang ternyata sangat pahit meskipun sudah ditambah sebungkus kecil gula pasir. Ketika saya melahap makanan, saya perhatikan penumpang di sekitar saya tidak memakan semua makanan. Berbeda dengan saya, saya melahap habis semua makanan, mubajir kan kalau tidak habis, hehe. Setelah makan saya dan Teh Tya mengisi kartu keimmigrasian mengenai barang-barang yang saya bawa. Jadi, di kartu itu saya harus mendeklarasikan barang terlarang yang saya bawa seperti obat-obatan, kayu, kulit, makanan, dsb. Karena saya tidak membawa barang-barang tersebut saya hanya perlu memberi tanda di kotak ‘No’.

Sekitar satu hingga satu jam setengah kemudian, pesawat mendarat di bandara internasional Tullamarine di Melbourne. Asyik! Alhamdulillah sampai juga di Melbourne, di Australia! Saya dan Teh Tya pun berjalan keluar dari pesawat mengikuti kemana penumpang lain berjalan. Lalu, kami sampai di loket immigration check. Di sana kami mengantri bersama yang lain. Aduh sebetulnnya sedikit ‘deg-deg’an. Meskipun saya tidak tidak membawa barang terlarang tapi ada sedikit kekhawatiran yang saya rasa dan juga ini adalah pengalaman pertama saya. Huh, alhamdulillah, berjalan lancar. Petugas hanya mengecek passport lalu mengijinkan saya berlalu. Setelah itu kami berjalan lagi dan bertemu petugas yang bertanya, “Do you bring …” ini itu. Karena kami sama-sama tidak membawa barang-barang terlarang, dengan lancar, lugas, dan serentak, kami menjawab, “No, No, No,…”. Lalu petugas tersebut mengijinkan kami berlalu. Kemudian, kami menunggu bagasi kami keluar untuk kami bawa. Setelah itu, kami menuju pintu keluar.

Di pintu keluar terakhir, kami harus mengantri juga. Di sana, ada petugas yang bertanya apakah kami membawa barang terlarang. Saat itu, orang di depan saya membawa sesuatu yang terlarang, saya lupa apa barangnya. Orang tersebut kemudian diminta untuk tetap tinggal untuk diperiksa. Ketika saatnya giliran saya, saya diijinkan berlalu dan keluar karena saya, seperti yang saya ceritakan, tidak membawa barang terlarang apapun.

Setelah melewati pintu keluar, kami merasa seperti artis yang keluar dari belakang panggung karena ada banyak sekali orang yang menanti di depan pintu keluar. Kami melihat sekeliling sebentar untuk memeriksa apakah ada orang dengan membawa papan nama bertuliskan nama kami. Namun, kami tidak melihat satupun. Lalu kamipun berjalan ke arah kanan. Tidak berapa lama, ada seorang pria menghampiri kami. Ternyata, pria tersebut adalah LO (liason officer) nya teh Tya sekaligus guru bahasa Indonesia di sekolah dimana teh Tya akan bekerja.

Setelah beberapa lama, karena saya tidak melihat indikasi keberadaan LO saya di bandara, saya mencoba mengecek email saya melalui HP. Alhamdulillah, meskipun saya menggunakan kartu dari Indonesi, saya masih bisa mengakses internet. Alhamdulillah, LO saya mengirm email dan memberitahukan nomor HP nya. Lalu, saya beritahukan LO teh Tya mengenai ini karena LO teh Tya menanyakan dimana LO saya. LO teh Tyapun segera menelpon LO saya. Ternyata, LO saya masih berada dalam perjalanan dari Bendigo menuju Melbourne. Itu artinya saya harus menunggu sekitar satu jam. Sayapun kemudian diantar ke sebuah warung kopi di bandara untuk menunggu LO saya. Teh Tya dan LO-nya kemudian pergi meninggalkan saya, sendiri. Tidak apa, justru saya merasa sedikit bahagia. Hmm, petualangan saya dimulai.




Kamis, 21 Februari 2013

Menanti Visa Grant (dg gaya cerita anti-klimaks)

Alhamdulillah, syukur yang tak terkira, orang sunda bilang "bingah" atau "bungah", lupa jarang pake kata itu sih, hehe. Hari ini, di pagi hari, seperti pagi-pagi sebelumnya jika aku bisa mengakses email-ku, yang kuharap muncul adalah email dari Hobart mengenai notification of grant of visa karena sudah lama aku menanti sejak aku menyelesaikan urusan aplikasi visa di bulan Januari tanggal 6.

I really feel bad at that time. Furthermore, di malam rabu yakni dua malam yang lalu, aku bermimpi buruk mengenai tidak dapatnya aku mendapat visa. Sejak itu, aku jadi benar-benar tahu jika aku tidak jadi ke Australia, aku bisa sedih and feel really bad. Alhamdulillah, mimpi itu benar-benar mimpi tidaklah menjadi nyata karena pada hari ini, setelah aku pulang dari Farm Organik membeli benih kangkung, aku mendapat kabar gembira.

Pagi tadi, meski merasa tidak tenang alias gelisah, life must go on buddy jadi aku singkirkan sejenak kegelisahanku itu dan aku mandi lalu pergi. Aku sudah janji untuk mengisi acara di Sekolah Ibu siang tadi, berbagi ilmu tentang menanam sayuran organik. Oleh karena itu tadi pagi aku pergi ke Farm organik untuk membeli benih kangkung sebagai salah satu bahan untuk menunjukkan bagaimana langkah awal menanam kangkung secara organik. Entah aku berangkat jam berapa dan tiba di rumah kembali jam berapa. Yang pasti ketika aku tiba di rumah dan melihat HP, eh ada pemberitahuan email masuk yang datang di inbox jam 10.33. Dan tak dinyana itu email dari Hobart tentang notifikasi visa. Saat itu, aku belum merasa tenang karena ada dua kemungkinan yang terkandung dalam email itu, dapat atau tidak dapat. Dengan jantung berdebar lebih kencang, aku membuka lampiran dalam email yang ternyata...I am granted visa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! What a day! Bersyukur bersyukur alhamdulillah dan akupun kemudian sujud syukur, sangat berterima kasih pada Ilahi Rabbi yang memberi karunia ini dan segala nikmat tak terkira, tak terhitung, amat sangat banyaaaaaaak sekali..h! Trus aku kabari, pertama kali, ibu dan bapak lalu kakak, sahabat-sahabat, dosen juga, dan seterusnya. 

Di masa penantianku sebelumnya, perasaanku tak tentu, kadang naik kadang turun. Turun ketika aku ingat bahwa aku belum mendapat kepastian: bisa pergikah aku ke Australia? Naik ketika ada hal-hal yang menggembirakan karena walaupun ada kepedihan Allah selalu memberi nikmat lain yang banyak yang harus disyukuri.

Di masa penantianku, aku berusaha berdo'a di waktu-waktu terbaik, selagi bisa. Ketika turun hujan, jika ingat, aku berdo'a agar dipermudah semua urusanku termasuk kepastian berangkat ke Australia. Di sepertiga malam, ketika aku bisa bangun dan sholat, ku panjatkan berbagai do'a yang salah satunya minta dipermudah urusan termasuk visa. Ketika berbuka puasa, aku berdo'a salah satunya tentang visa. Saat sholat dhuha ketika meminta "Ya Allah jika rejekiku di langit maka turunkanlah, jika di dalam bumi maka keluarkanlah..." dalam hati membayangkan rejeki pergi ke Australia: apakah ini rejekiku ya Allah. Dan jawabannya iya insya Allah, karena Allah, atas karunia Allah Yang Maha Baik. Tapi di setiap ibadah yang di dalamnya ku sisipkan do'a mengenai visa, aku tetap berharap bahwa dan berusaha agar ibadah yang kulakukan bukanlah untuk mendapat visa melainkan mendapat keridhaan Allah dan sebagai bekalku di akhirat. Aamiin. Allah memang Maha Baik. He is the Best Disposer of my affairs.

He is INDEED the Best Disposer of my affairs. Meskipun, sangat lama bahkan lebih dari sebulan tidak kunjung ada kepastian visa, tanpa aku sengaja memberi tahu, banyak orang dan semakin lama semakin banyak orang yang tahu tentang rencana kepergianku ke Australia. Padahal aku sendiri ingin mengabari banyak orang jika sudah ada kepastian. Lalu, aku dan orang-orang bersangkutan digerakkan oleh Allah untuk menyiapkan segala keperluan untuk keberangkatan ke Australia seperti koper dan isinya, uang, dan sebagainya. Beberapa hari yang lalu, meski belum ada kabar visa, aku sudah 95% menyelesaikan packing koperku. Itu berarti, aku, eh orang tua deng, sudah mengeluarkan uang banyak: untuk memperbaiki koper, beli beberapa pakaian, dan lain-lain. At the end, today, all praises are Allah's, aku sudah mendapatkan visa.

Di masa penantian visa, aku bertanya-tanya ada apakah gerangan yang membuat kabar visa tidak tiba juga. Padahal temanku yang menjadi language assistant tahun lalu bisa mendapat visa setengah bulan dari selesainya urusan aplikasi visa. Di saat itulah, aku jadi terpikir akan beberapa dosa, padahal banyak dosa yang telah kubuat. Semoga Allah mengampuniku. Aamiin. Aku jadi ingat bahwa tanggal 7 di bulan Januari tahun ini, aku lalai. 

Di tanggal 7 itu, temanku yang baru pulang dari Inggris membawa coklat. Wuih, coklat, I like it, sehingga serta merta aku menghampirinya dan mengambil sebungkus. Eit, beberapa saat kemudian, sebelum aku makan coklat, aku ingat untuk melihat ingredients-nya dan label halal. Ternyata, tidak ada label halal dan di Ingredients kutemukan kode E471. Agak inget, agak lupa, tapi perasaan kode itu katanya mengandung babi. Tapi saat itu aku abaikan kekhawatiran mengandung babinya. Karena teman-teman yang lain langsung melahapnya dan coklatnya pun menggoda, aku langsung melahapnya dengan nikmat. Ketika aku tiba di rumah hari itu, aku teringat tentang kode tersebut. Aku segera cari di internet tentang makanan haram. Ternyata, kode itu termasuk jenis bahan makanan yang mengandung babi. Wadezig!! Lalai! Ampun ya Allah, 40 hari ibadahku bisa tak diterima. Hari ini adalah hari ke-40 sekian. Barangkali ini yang menghambat visaku? Barangkali selama 40 hari sejak tanggal 7, do'a-do'aku termasuk tentang visa tak terkabul karena itu? Aku mohon ampun pada Allah, dan mohon Allah membimbingku agar tidak terjadi yang demikian lagi. Aamiin.

Rabu, 09 Januari 2013

This begins this

Bulan Nopember 2012, dapatlah aku kabar dari temanku bahwa Language Assistant Program telah dibuka. Awalnya, tidaklah aku berkeinginan sangat untuk mengikutinya sehingga akupun tidak memberitahu orang tua atau kedua saudaraku untuk mengkonsultasikannya. Namun, di hari yang sama, ibuku menelponku tentang informasi itu dan menurutnya tiada salah jika aku mengikutinya.
    "Loh ko bisa ibu dapat informasi itu!" ujarku dalam hati.
    Ternyata ibu mendapat informasi itu dari teman sejawatnya di sekolah yang merupakan alumni kampusku.
    Aku pun jadi berpikir apa ini jalanku untuk bisa berpetualang di negeri asing dimana bahasa Inggris digunakan oleh mayoritas penduduknya? Petualangan yang menjadi pengalaman berhargaku sebagai guru bahasa Inggris kini dan nanti. Tanpa pikir panjang lagi, di hari yang sama pun aku bertolak ke kampus untuk mencari informasi detail tentang program itu. Kemudian akupun mengajukan aplikasi.
    Beberapa hari kemudian, semua aplikan dipanggil wawancara. Sejak itulah diketahui bahwa ada 21 orang aplikan. Beberapa di antara kami berjilbab dan 2 di antaranya berjilbab panjang, termasuk aku. Setelah menunggu pewawancara beberapa lama, satu per satu dari kami masuk ke ruangan dan diwawancara. satu per satu pula yang keluar setelah wawancara, diwawancara kembali oleh beberapa aplikan yang lain mengenai hal-hal yang diwawancarakan. Tidak bisa tidak, aku ikut mendengarkan tentunya sehingga aku tahu apa yang akan ditanyakan saat wawancara dan sehingga aku merasa cukup minder karena salah satu hal yang ditanyakan adalah kemampuan di bidang seni. Di saat yang sama, yang ku lakukan adalah berdo'a dengan menggerakkan bibir tapi tanpa suara dan dengan hati penuh pengharapan.  Aku berharap aku bisa berhasil dalam wawancara ini karena aku tidak ingin mengecewakan ibuku yang dari awal mendukungku. Aku berdo'a dan terus berdo'a, "Robbisyrohli shodrii, wassirli amrii, wahluluqdatammillisani yafqohu qoulii." hingga giliranku tiba.
     Sesuai dengan yang dikatakan aplikan sebelumnya, aku ditanya mengenai kemampuan bahasa Indonesiaku. Aku ditanya mengenai proses morfologi suatu kata. Alhamdulillah, itu adalah salah satu kuliah favoritku sehingga aku pun tahu apa jawabannya. Aku pun ditanya mengenai kemampuanku di bidang seni. Dengan jujur aku katakan, aku pernah belajar menari Serimpi  dan suling bambu sewaktu SMP tapi jika diminta melakukannya sekarang aku tak yakin aku bisa. Kemudian, aku pun diminta untuk melakukan sedikit simulasi mengajar bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Di situ aku mulai bingung dan tidak yakin karena biasanya aku mengajar bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris tapi saat itu aku diminta melakukan sebaliknya.
      Setelah wawancara selesai, aku keluar ruangan dengan sedikit kecewa karena khawatir aku bukanlah orang yang sesuai kriteria untuk jadi language assistant. Walaupun demikian, aku masih berharap karena aku ingin kali ini berhasil sehingga menjadi kabar gembira bagi orang tua dan saudara-saudaraku terutama ibu. Sampai-sampai ketika pulang, hujan turun, harapan yang kupanjatkan dalam hati adalah agar aku lolos seleksi menjadi language assistant di Australia.
     Beberapa hari kemudian, di hari Jum'at pagi, di saat aku akan mengajar, aku mendapat sms yang berisi kabar lolosnya aku menjadi language assistant. Saat itu, betapa sangat gembiranya hatiku dicampur rasa gugup, haru, dan sebagainya tak menentu. Namun, tentunya ini sesuai harapanku dan ini merupakan kabar gembira untuk ibu, bapak, dan saudara-saudaraku.
     Semoga ini langkah yang baik yang bisa mengantarkanku mendapatkan pengalaman yang membuatku jadi lebih baik sebagai hamba Allah, sebagai guru bahasa Inggris, sebagai makhluk sosial, dan sebagainya. aamiin.